Jakarta –
Calon presiden (Capres) Anies Baswedan menawarkan program contract farming dibandingkan food estate yang merupakan program Presiden Joko Widodo (Jokowi). Anies sempat menjelaskan lewat contract farming, petani yang selama ini sudah berperan juga akan memainkan peran yang lebih besar.
Menurut Anies, food estate cenderung membuat negara menguasai produk secara sentralistik. Selain itu kepastian hasil tani hanya untuk petani di kawasan food estate. Oleh karena itu salah satu agenda pangan yang bakal dibawa Anies jika menang bukanlah food estate melainkan contract farming.
“Saya ingin sampaikan fokus kita ke depan kita tidak akan mengkonsentrasikan kepada food estate, justru kita ingin contract farming itu dibangun untuk Indonesia ke depan,” ujarnya dalam Konferensi Orang Muda Pulihkan Indonesia, disiarkan YouTube WALHI Nasional, Sabtu (25/11) lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tempat yang berbeda, Anies juga menjelaskan bahwa program contract farming membantu kepastian hasil produksi petani akan dibeli oleh siapa. Dengan begitu, anggaran negara tidak disalurkan ke tempat baru seperti pembangunan food estate.
“Jadi sentra-sentra pertanian yang sekarang ada itu dijadikan sebagai mitra, bisa BUMD, bisa BUMN, bisa swasta, tapi pemerintah menyiapkan regulasinya, sehingga memungkinkan produk pertanian mereka itu langsung bisa diambil oleh masyarakat yang membutuhkan lewat badan-badan usaha itu. Kami melihat cara seperti itu agar lebih adil karena mereka yang selama ini berpuluh-puluh tahun memang memproduksi pertanian,” kata Anies di kebun petani hortikultura Pangalengan, Bandung.
Lantas apa itu contract farming?
The Food and Agriculture Organization (FAO) atau Organisasi Pangan dan Pertanian menjelaskan contract farming adalah program yang terletak pada kesepakatan antara petani (produsen) dan pembeli. Jadi, keduanya menyepakati terlebih dahulu syarat dan ketentuan produksi dan pemasaran produk pertanian.
“Kondisi ini biasanya menentukan harga yang harus dibayar kepada petani, kuantitas dan kualitas produk yang diminta pembeli, serta tanggal penyerahan kepada pembeli. Dalam beberapa kasus, kontrak juga dapat mencakup informasi lebih rinci tentang bagaimana produksi akan dilakukan atau apakah input seperti benih, pupuk, dan saran teknis akan disediakan oleh pembeli,” tulis FAO, dikutip dari situs resminya.
FAO menyebut, dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan contract farming semakin populer, khususnya di negara-negara berkembang. Dalam program ini perusahaan yang mengolah produk pertanian harus membuat kontrak dengan petani, guna menjamin pasokan bahan secara teratur untuk memenuhi kebutuhan mereka dari segi kualitas dan kuantitas.
Apa Keuntungan dan Kerugian dari Contract Farming?
Keuntungan bagi petani, mereka mendapatkan akses yang lebih mudah terhadap input, layanan dan kredit, meningkatkan keterampilan produksi dan manajemen, mengamankan pasar atau mengakses pasar baru karena sudah ada kesepakatan harga, maka mengurangi risiko anjloknya harga. Pendapatan petani juga disebut akan lebih stabil.
Keuntungan bagi pembeli, mereka bisa mendapatkan kepastian pasokan, produk yang didapatkan tentu sesuai dengan standar kualitas dan keamanan, perusahaan atau pembeli tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk produksi pangan sendiri. Pembeli mendapatkan kepastian produksi yang lebih dapat diandalkan dibandingkan pembelian di pasar terbuka.
Sementara kerugian dari contract farming bagi petani atau produsen hilangnya fleksibilitas untuk menjual kepada pembeli alternatif ketika harga naik, ada kemungkinan keterlambatan pembayaran dan keterlambatan pengiriman input,
Selain itu, ada risiko utang dari pinjaman yang diberikan oleh pembeli, biasanya ada kekuatan tawar-menawar yang tidak setara antara petani dan pembeli, peningkatan ketergantungan dan kerentanan jika pembeli tidak dapat diandalkan atau mengeksploitasi monopoli.
Kemudian kerugian yang bisa dialami pembeli atau perusahaan dalam program contract farming, pertama biaya transaksi yang tinggi karena melakukan kontrak dengan banyak petani kecil, ada potensi penyalahgunaan input jika petani menggunakan benih dan pupuk yang disediakan oleh perusahaan untuk tujuan lain, dan hilangnya fleksibilitas untuk mencari pasokan alternatif.
Sementara dikutip dari informasi World Bank, contract farming adalah program yang melibatkan produksi oleh petani berdasarkan kesepakatan dengan pembeli untuk hasil petani. Pengaturan ini dapat membantu mengintegrasikan petani skala kecil ke dalam rantai nilai pertanian modern, memberikan mereka masukan, bantuan teknis, dan pasar yang terjamin.
World Bank juga mengatakan literatur menunjukkan bahwa sebenarnya pertanian kontrak dapat meningkatkan pendapatan pertanian, namun terutama untuk tanaman yang bernilai tinggi. Hal ini juga menunjukkan bahwa dalam banyak kasus, perusahaan bersedia bekerja sama dengan pertanian skala kecil.
(ada/fdl)