Jakarta –
Begal rekening atau pencurian uang nasabah kini masih marak. Modus yang digunakan beragam ada yang meminta untuk mengisi link formulir perubahan biaya administrasi, tawaran jadi nasabah prioritas, sampai meminta isi nomor PIN atau OTP.
Founder Digital Forensic Indonesia, Ruby Alamsyah mengungkapkan memang saat ini social engineering (soceng) masih sering terjadi. Para pelaku sudah terogranisir dan melakukan masing-masing tugasnya.
Mereka sebenarnya menyebar link tersebut tanpa target. Jadi melakukan broadcast informasi palsu itu ke banyak orang melalui WhatsApp, Telegram, sampai SMS.
“Mereka kirim itu bisa 2.000 sampai 5.000. Mereka tidak butuh semuanya merespons, 1-5% yang respons saja sudah lumayan banyak,” kata dia saat dihubungi detikcom, Senin (20/6/2022).
Ruby menyebutkan, dari jumlah broadcast tersebut pasti ada saja orang-orang yang terjebak. Nah, setelah itu, bisa langsung masuk ke langkah penipuan dan pembobolan.
“Cara kerjanya seperti itu, jadi memang kita harus berhati-hati kalau dapat link dari orang yang tidak kita kenal, jangan sampai terperangkap dan terbuai dengan informasi-informasi itu,” jelasnya.
Menurut dia, masyarakat juga harus melatih dan membiasakan diri untuk tidak melakukan klik link dari orang asing. “Mereka punya tim, jadi tim A kirim info, tim B eksekusi dan tim C mengambil hasil curiannya,” jelas Ruby
Oleh karena itu masyarakat diminta untuk tidak percaya dengan informasi atau rayuan dari orang-orang yang tidak dikenal. Selanjutnya harus ditanamkan dalam pikiran jika bank menghubungi nasabah maka akan menggunakan nomor resmi, bukan nomor yang bisa didapatkan di tempat umum. Jadi jika memang ragu, bisa menghubungi customer service bank untuk menanyakan nomor atau informasi tersebut.
Saat ini sudah banyak bank yang menyediakan layanan informasi melalui WhatsApp dan berbagai jaringan media sosial. Selanjutnya, lebih baik diabaikan pesan-pesan yang tidak jelas pengirimnya tersebut. Nomor pengirim bisa langsung blokir dan dihapus.
“Kemudian jangan pernah mengisi informasi pribadi kita di website apapun baik resmi ataupun tidak. Karena website yang benar itu tidak akan pernah meminta nama ibu kandung atau data pribadi yang sensitif seperti foto kartu kredit depan belakang atau informasi lainnya,” jelas dia.
Simak juga Video: Kasus Trading Fahrenheit, Polri Blokir Rekening Berisi Rp 44,5 Miliar
(aid/ara)