Jakarta –
Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid melakukan literasi dan edukasi tentang ekosistem keuangan syariah di lingkungan pondok pesantren dengan menggandeng Bank Syariah Indonesia (BSI). Nusron mendorong agar makin banyak yang menggunakan jasa keuangan syariah dan berharap BSI bisa jadi bank syariah terbesar di Asia Tenggara.
Literasi dan edukasi keuangan syariah bersama BSI itu digelar selama tiga hari di tiga pondok pesantren berbeda, yakni Ponpes Nashrul Ummah Mejobo, Kudus; Ponpes Asy Syarifah Brumbung Mranggen, Demak; dan Ponpes Fi Dzilalil Qur’an Batealit, Jepara, pada 1-3 September 2023.
“Kita pengin BSI yang merupakan satu-satunya bank BUMN syariah, tumbuh dan menjadi bank terbesar nomor 5 di Indonesia dan menjadi bank syariah terbesar di Asia Tenggara,” ujar Nusron Wahid dalam keterangan tertulis, Minggu (3/9/2023).
Hal itu ia sampaikan saat Sosialisasi Produk Keuangan Syariah di lingkungan Ponpes, Mesjid, dan Madrasah. Dalam pemberian literasi dan edukasi itu, Nusron Wahid hadir bersama Direktur BSI Tribuana Tungga Dewi, dan Ketua Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus, KH. M. Najib Hassan.
Menurut Gus Nus, sapaan akrabnya, BSI sangat berpotensi menjadi bank syariah terbesar di Asia Tenggara dan bank nasional nomor lima di Indonesia dalam lima tahun mendatang, karena pendudukan Indonesia 88 persen beragama Islam dan sedang mengalami proses peningkatan kualitas keagamaan
“Sayangnya masih banyak masjid, pondok pesantren dan madrasah serta lembaga keagamaan lainnya seperti majelis taklim, penggunaan transaksinya masih banyak yang menggunakan bank konvensional,” imbuhnya.
Saat ini BSI yang merupakan hasil merger Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah dan BRI Syariah memiliki aset sebesar Rp 315 triliun. Dengan aset ini BSI saat ini menjadi bank nomor 7 di Indonesia di bawah BRI, Mandiri, BCA, BNI, BTN, dan CIMB Niaga.
Di kawasan Asia Tenggara dari sisi aset BSI masih kalah dibandingkan dengan bank syariah di Malaysia dan Singapura. Salah satu sebab lambannya proses pertumbuhan BSI, menurut Gus Nus, karena layanan BSI yang kurang massif dibandingkan dengan bank konvensional.
“Kantor cabangnya rata-rata ada di perkotaan. Padahal banyak masjid yang ada di desa. Ini problem yang harus dicarikan solusi,” jelasnya.
Salah satu solusinya, Gus Nus mengusulkan agar di setiap desa minimal ada satu masjid yang ditunjuk menjadi agen BSI.
“Ini kan eranya branchless banking. Bank tanpa cabang, kalau bisa satu masjid di setiap desa dijadikan agen keuangan atau agen bank untuk melayani masjid, madrasah, ponpes dan jamaah lainnya yang akan nabung atau menggunakan jasa keuangan dari BSI,” katanya.
Kalau dilihat dari produk, Gus Nus menilai BSI sudah komplit. Apa yang ada di bank konvensional sudah ada di BSI. Malah lebih variatif, seperti tabungan haji dari usia dini, dan produk lain yang tidak ada dalam bank konvensional.
“Jadi harusnya BSI tumbuh. Asal literasi dan edukasi lebih gencar dilaksanakan dan digalakkan,” ucapnya.
(anl/ega)