BankTerkini.com – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami penurunan signifikan pada pembukaan perdagangan pasar spot hari ini, Selasa (2/4/2024), mencapai level terlemahnya sejak tahun 2020. Menurut data dari Bloomberg, rupiah spot dibuka pada angka Rp15.963/US$ pada pukul 09:05 WIB, menunjukkan pelemahan sebesar 0,42% dari posisi penutupan hari sebelumnya.
Level ini merupakan yang terlemah sejak April 2020, ketika pandemi Covid-19 melanda dan mendorong nilai tukar rupiah melewati angka Rp16.000/US$. Titik terlemah sepanjang masa tercatat pada 23 Maret 2020, yaitu Rp16.310/US$.
Penurunan nilai rupiah ini sejalan dengan melemahnya mayoritas mata uang Asia, dipicu oleh penguatan mendadak dolar AS. Hal ini terjadi sebagai dampak dari sentimen data manufaktur AS yang mengurangi kemungkinan penurunan suku bunga oleh Federal Reserve tahun ini, karena adanya kekhawatiran akan potensi kenaikan inflasi di Amerika Serikat.
Dalam situasi ini, rupiah tidak sendirian mengalami tekanan. Mata uang Asia lainnya juga merosot, seperti ringgit Malaysia yang turun 0,38%, won Korea Selatan, dan dolar Taiwan yang masing-masing melemah sebesar 0,29%. Selain itu, baht Thailand juga mengalami penurunan sebesar 0,24%, dan peso Filipina sebesar 0,18%.
Penurunan nilai tukar rupiah ini dipicu oleh aksi jual yang dilakukan oleh pelaku pasar di pasar saham dan surat utang, sebagai dampak dari sentimen global yang memburuk. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat turun 0,16% setelah investor asing melakukan aksi jual saham senilai Rp1,5 triliun, terutama di sektor perbankan. Di pasar surat utang, yield SUN untuk tenor 10 tahun juga mengalami penurunan, kini berada di kisaran 6,65%.
Di pasar valuta asing offshore, rupiah non-deliverable forward (NDF) untuk tenor satu bulan semakin mendekati level psikologis Rp16.000/US$. Pada pantauan pagi ini, NDF USDIDR satu bulan diperdagangkan di Rp15.977/US$, mendekati level support psikologis tersebut.
Tekanan terhadap nilai tukar rupiah sudah diprediksi sebelumnya, terutama setelah terjadi aksi jual besar di pasar surat utang global akibat kekhawatiran akan kenaikan inflasi di AS. Data kinerja manufaktur AS yang menunjukkan ekspansi tak terduga memperkuat sentimen tersebut, memberikan lebih banyak alasan bagi Federal Reserve untuk menahan diri dalam menurunkan suku bunga.
Analisis dari Divisi Riset Bloomberg Technoz menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah telah menembus level support teknikal dan berada dalam kisaran Rp15.930-Rp15.970/US$. Jika tekanan penurunan cukup besar, maka level Rp16.000/US$ akan menjadi support terakhir dan juga support psikologis bagi nilai tukar rupiah.
Baca juga: Jam Operasional Bank Nasional Besar Selama Ramadhan
Sumber: Bloomberg Technoz.