BankTerkini.com – Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, mengungkapkan bahwa data terbaru mengenai Indeks Tabungan dan Pengeluaran, atau Mandiri Spending and Saving Index, menunjukkan adanya perilaku belanja yang unik di kalangan kelas bawah. Meskipun kelompok ini masih mampu melakukan pengeluaran, proporsi menabung mereka mengalami penurunan yang signifikan, fenomena yang dikenal sebagai ‘makan tabungan’.
“Namun, kondisi ini sedikit membaik berkat adanya bantuan sosial (bansos) dan perlindungan sosial (perlinsos). Jika kita menilai dampaknya, terlihat adanya rebound. Jadi, untuk belanja, mereka harus yang kita sebut makan tabungan,” ungkap Asmoro dalam taklimat yang berlangsung di Serang, Banten, pada 25 September 2024.
Dari paparan yang disampaikan, tercatat bahwa indeks tabungan per individu untuk nasabah Mandiri pada kelas bawah hanya mengalami kenaikan tipis menjadi 47,9 pada Juli 2024. Angka ini mencerminkan pergerakan yang lambat setelah sebelumnya terus mengalami penurunan sejak akhir tahun lalu hingga Juni 2024. Sementara itu, indeks belanja per individu pada kelas menengah tercatat mencapai 110,6 pada bulan yang sama.
Kedua angka ini menunjukkan bahwa fenomena makan tabungan atau yang disingkat ‘mantab’ masih terus berlangsung di kalangan kelompok ini, meskipun telah ada perbaikan berkat insentif yang diberikan oleh pemerintah.
Asmo juga menjelaskan bahwa pengeluaran dan pendapatan kelompok menengah cenderung stabil sejak awal tahun ini. Namun, ia menyoroti adanya penurunan tabungan pada kelas menengah bawah meskipun pengeluarannya tetap berjalan.
Baca juga: Harga BBM di SPBU Pertamina, Shell, dan BP AKR Turun per 1 Oktober 2024
“Siapa yang memiliki uang dan relatif resiliens adalah mereka dari kelas menengah atas dan atas, dengan saving index yang stabil,” jelas Asmoro.
Data yang ditampilkan menunjukkan bahwa indeks belanja per individu untuk kelompok atas pada Juli 2024 mencapai angka 112,4. Indeks tabungan per individu juga tercatat di angka 106,2, menunjukkan stabilitas yang relatif baik.
“Di sisi ini, terdapat kemauan untuk berbelanja dari kelas atas. Strategi yang diterapkan oleh pengusaha adalah melakukan ‘diskriminasi harga’ untuk memperbesar pasar di kelas menengah atas dan atas,” ucapnya.
Andry Asmoro juga menjelaskan mengenai kategori kelas menengah menurut Mandiri Spending Indeks. Ia mengategorikan kelas menengah sebagai karyawan dengan pendapatan tetap setiap bulannya. Dengan demikian, definisi kelas yang digunakan oleh pihaknya berbeda dengan kategori yang diterapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
“Middle class itu adalah mereka yang memiliki pendapatan tetap, seperti saya yang seorang karyawan. Ini berbeda dengan definisi lower middle upper yang digunakan BPS. Data kami berdasarkan nasabah kami,” tuturnya.
Perbedaan definisi ini penting untuk dipahami, mengingat kebijakan ekonomi yang diambil oleh pemerintah sering kali berdasarkan data statistik. Hal ini berdampak langsung pada strategi yang diterapkan oleh berbagai pihak dalam menghadapi tantangan ekonomi saat ini.
Dalam menghadapi situasi ini, pemerintah dan pelaku usaha diharapkan dapat mengoptimalkan program-program yang telah ada untuk meningkatkan daya beli masyarakat, terutama pada kelas bawah. Diperlukan kolaborasi antara berbagai pihak untuk menciptakan kondisi ekonomi yang lebih stabil dan berkelanjutan.
Berdasarkan hasil analisis ini, terlihat bahwa walaupun kelas bawah masih aktif dalam pengeluaran, strategi menabung harus diperhatikan agar mereka tidak terjebak dalam fenomena ‘makan tabungan’. Upaya untuk memulihkan kondisi ekonomi yang lebih baik perlu ditingkatkan, dengan fokus pada program-program yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Dengan demikian, fenomena ini menggambarkan tantangan yang harus dihadapi dalam pemulihan ekonomi pascapandemi, di mana pemerintah dan lembaga keuangan diharapkan dapat berkontribusi lebih dalam memberikan solusi yang tepat bagi masyarakat, terutama di kalangan kelas bawah.