Noken merupakan kerajinan khas Papua yang terbuat dari serat pohon, kulit kayu, atau daun. Bahan tersebut kemudian dibuat menjadi tas tahan lama dan serbaguna.
Noken juga digunakan untuk memenuhi aspek sosial dan ekonomi. Misalnya berfungsi sebagai simbol persatuan dari lebih 250 grup etnis di wilayah tersebut. Nilai noken dikatakan bisa digunakan sebagai tabungan juga menjadi peran simbolis dalam penyelesaian sebuah sengketa.
Perlu diketahui, kerajinan ini sempat hampir punah. Namun pada 2012, noken telah ditambahkan dalam Daftar Warisan Budaya Tak Benda yang Mendesak Perlu Dijaga atau Intangible Cultural Heritage List in Need of Urgent Safeguarding oleh UNESCO.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warga Papua yang masih tetap melestarikan kerajinan noken yaitu Anna Maumere atau Mama Anna. Jenis noken yang diproduksi oleh Mama Anna adalah noken rajut.
Selain menjual noken hasil buatan tangannya sendiri, Mama Anna juga menjalin relasi dengan penjual noken yang berasal dari daerah lain di Papua.
Dituturkan Mama Anna, noken di setiap daerah memiliki makna dan filosofinya tersendiri. Sehingga, noken tidak bisa dianyam oleh sembarang orang.
“Di sini ada noken Pucuk Sagu, itu dari Suku Asmat. Yang buat orang asli sana,” kata Mama Anna, kepada detikcom beberapa waktu lalu.
“Terus dari Wamena, itu (terbuat dari) serat kain melinjo. Ada juga dari serat nanas, kalau yang serat gaharu itu dari Asmat,” sambungnya.
Harga yang ditawarkan untuk satu buah noken cukup variatif. Noken yang berbahan dasar serat kayu dijual mulai dari Rp 300 ribu hingga Rp 1 juta. Sementara noken yang terbuat dari bahan wol dijual lebih murah, yaitu Rp 100 ribu hingga Rp 300 ribu.
Di samping itu, Mama Anna juga membuat sekaligus menjual kerajinan khas Papua lainnya seperti mahkota dan baju adat yang terbuat dari kulit kayu. Selain kulit kayu, baju adat Papua juga menggunakan ornamen lain seperti kerang-kerang kecil (siput), buah saga, dan bulu unggas seperti kasuari atau angsa.
“Kulit kayu untuk mahkota ini mama pesan dari Jayapura, entah namanya apa. Tapi memang biasanya ini untuk dilukis, dibuat baju-baju adat. Siput-siput, buah saga ini, itu dari Jayapura. Kalau bulu kasuari sama bulu angsa, itu dari Merauke,” jelas Mama Anna.
Dalam satu hari, ia bisa membuat 5-10 mahkota. Harga untuk satu buah mahkota senilai Rp 300-500 ribu tergantung bahan dan tingkat kesulitannya.
Sementara untuk baju adat, dijual dengan harga Rp 750 ribu hingga Rp 1 juta. Mama Anna juga menyewakan baju adat untuk acara-acara tertentu seperti kostum tari, festival, hingga prewedding.
“Kalau sewa per set itu Rp 550 ribu per tiga hari. Kalau prewedding mama kasih agak mahal, karena mereka pakai bulu cenderawasih, bisa Rp 1 juta per tiga hari,” ungkapnya.
Halaman Selanjutnya: Berawal dari Coba-coba