bankterkini.com
  • Berita Terkini
  • Cari
Minggu, November 2, 2025
No Result
View All Result
  • Berita Terkini
  • Cari
No Result
View All Result
bankterkini.com
No Result
View All Result

Menghadapi Krisis Pangan Global

admin by admin
9 September 2022
in info Bank
0
Menghadapi Krisis Pangan Global

Jakarta –

Krisis pangan global di depan mata, itu bukan pernyataan isapan jempol. Hari ini dunia diterpa oleh tiga fenomena C beruntun yang berimplikasi pada munculnya krisis pangan global. Tiga C itu adalah Climate change, COVID-19, dan Conflict. Sebelum terjadi Konflik Ukraina harga pangan sudah didorong ke atas oleh berbagai faktor, terutama kekeringan sebagai imbas dari climate change yang mempengaruhi negara-negara penghasil tanaman utama dan guncangan rantai pasokan pangan akibat pandemi COVID-19.

Konflik (perang) Ukraina tidak diragukan memperparah dampak negatif dari guncangan produksi pangan global tersebut. Ketika pelabuhan Ukraina diblokade akibat konflik Rusia-Ukraina berdampak volume ekspor turun secara signifikan. Pada Juni 2020, Ukraina mengekspor tidak kurang dari satu juta ton gandum, jagung, dan barley menjadi 40 persen lebih rendah pada bulan yang sama pada 2021, menurut kementerian pertanian Ukraina.

Perang juga menyebabkan lonjakan harga BBM yang menimbulkan lonjakan harga energi kawasan Eropa. Imbas ikutannya memukul produksi pupuk nitrogen, nutrisi tanaman utama yang menimbulkan masalah kelangkaan input penting pertanian yakni pupuk. Ukraina sebagai negara eksportir besar untuk pasokan biji-bijian dan gandum mengalami kehilangan kemampuan suplainya akibat perang tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Melambungnya harga gandum dan biji-bijian berimbas pada kawasan dunia lain, mengapa? Harga gandum yang tinggi membuat lebih banyak konsumen dunia potensial beralih ke beras sebagai substitusi. Catatan pentingnya, hanya sekitar 10 persen dari total produksi biji-bijian global yang diekspor.

Dampak ikutan penting dengan naiknya harga gandum dan meningkatkan permintaan beras global akibat beralihnya konsumen gandum ke beras akan menyebabkan guncangan permintaan pangan pokok penting itu secara global. Dan, hal ini berpotensi menghadirkan restriksi ekspor oleh negara-negara eksportir pangan yang berdampak harga internasional pangan non gandum akan melambung tinggi

Ambil contoh beras, saat ini tingkat persediaan memang tinggi di negara-negara produsen terkemuka seperti India, Thailand, dan Vietnam. Kekhawatiran para pakar ekonomi pangan global adalah ketika kenaikan harga gandum menyebabkan konsumen global mensubstitusi gandum dengan beras, maka hal ini dapat menurunkan stok beras global yang ada. Selanjutnya akan memicu pembatasan ekspor oleh produsen beras utama dalam rangka menjaga kepentingan pangan nasional mereka menghadapi panic buying global dari meningkatnya harga gandum yang bisa menyebabkan harga beras dunia juga akan melambung tinggi.

Pengalaman menunjukkan pada 2007-08 pembatasan ekspor beras yang dilakukan oleh India dan Vietnam, dikombinasikan dengan pembelian panik oleh importir beras besar seperti Filipina, menyebabkan harga beras dunia naik lebih dari dua kali lipat.

Jauh sebelum Rusia menginvasi Ukraina, kerawanan pangan telah mencapai rekor tertinggi. Karena pandemi, kekeringan, dan konflik regional lainnya, hampir 770 juta orang kelaparan pada 2021 —jumlah tertinggi sejak 2006. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, FAO memperkirakan perang di Ukraina meningkatkan jumlah orang yang kekurangan gizi hingga 13 juta orang tahun ini dan 17 juta orang lagi pada 2023.

Sementara itu Bank Dunia mengingatkan bahwa untuk setiap kenaikan satu persentase harga pangan, tambahan 10 juta orang diperkirakan akan jatuh ke dalam kemiskinan ekstrim khususnya untuk sebagian besar Afrika, Timur Tengah, dan Asia Tengah, di mana konsumsi bahan pokok melebihi produksi.

Di samping itu ditemukan juga fakta bahwa banyak negara berkembang menghadapi beban tambahan berupa penurunan mata uang mereka selain kenaikan harga pangan. Dampak negatifnya sangat besar dirasakan oleh negara-negara di Timur Tengah dan Afrika yang bergantung pada impor dari Ukraina dan Rusia. Mesir telah meminta bantuan IMF, inflasi di Turki telah melonjak hampir 80 persen, sementara Bank Dunia menggambarkan krisis di Lebanon sebagai salah satu yang paling parah dalam 100 tahun terakhir.

Bahkan negara-negara yang tidak membeli dari Rusia atau Ukraina tetapi merupakan importir bersih komoditas pertanian yang tinggi menghadapi biaya impor yang lebih tinggi. Harga makanan pokok seperti roti, pasta, dan minyak goreng naik dengan cepat. Sepotong roti di Bulgaria harganya hampir 50 persen lebih mahal pada Juni dibandingkan tahun sebelumnya. Minyak goreng di Spanyol sekarang hampir dua kali lebih mahal dibandingkan tahun lalu dan harga gula di Polandia telah meningkat 40 persen.

Pengalaman juga menunjukkan bahwa krisis pangan bisa berimbas pada guncangan politik. Lonjakan harga pangan pada 2007-08 dan 2010-11 yang lalu telah mengakibatkan kerusuhan di seluruh dunia, dan harga pangan yang melambung tinggi merupakan faktor kunci pemacu kerusuhan yang baru-baru ini melanda Sri Lanka.

Lalu apa yang harus kita lakukan menghadapi krisis pangan global yang auranya mulai terasa di Indonesia dengan fenomena kenaikan harga sejumlah pangan yang kita rasakan sehari-hari saat ini? Dalam menghadapi krisis pangan, peran negara dominan di dalamnya. Pelajaran dari great depression, krisis ekonomi dunia pada 1930-an telah memberikan justifikasi empiris dan pembenaran teoritis untuk pertama kalinya dalam pemikiran ekonomi modern tentang urgensi negara harus menjadi panglima ketika berhadapan dengan krisis.

Bagaimana negara dalam hal ini pemerintah kita harusnya berperan menghadapi krisis pangan ini? Secara domestik kekuatan logistik pangan negara harus dalam keadaan prima. Dalam kondisi krisis semua logistik pangan yang ada, apakah itu di BUMN (seperti Bulog), swasta, atau masyarakat harus menjadi logistik pangan negara. Artinya dalam keadaan krisis pangan, negara punya wewenang untuk mendistribusikan dan mengalokasikan semua pangan yang ada di Indonesia dalam rangka mencegah terjadinya dampak yang lebih fatal.

Kita mengingatkan hal ini karena manajemen logistik pangan negara kita masih lemah jika menghadapi krisis pangan. Pemerintah relatif hanya punya cadangan pangan nasional untuk beras. Sedangkan, untuk pangan lain relatif pemerintah tidak punya kapasitas untuk melakukan stabilisasi secara prima jika terjadi gejolak harga karena pemerintah tidak punya cadangan pangan non beras di lumbung pangan pemerintah (Bulog) dalam jumlah memadai.

Sedangkan untuk mencegah terjadinya penimbunan (pembentukan logistik pangan untuk kepentingan spekulasi dan mengeruk untung di tengah krisis) pemerintah belum mampu mengatasinya. Kita bisa menyaksikan fenomena itu ketika terjadinya gejolak harga minyak goreng baru-baru ini. Pemerintah terlihat tertatih-tatih mengatasinya karena tidak punya stok minyak goreng di lumbung (Bulog atau BUMN pangan lainnya) dan hanya mengandalkan stok minyak goreng yang ada di swasta. Dan, masalahnya pemerintah menunjukkan performa bukan panglima yang mumpuni mengarahkan, mengalokasikan penggunaan logistik minyak goreng yang dimiliki swasta tersebut.

Dengan demikian ada beberapa catatan penting yang perlu kita ingatkan ulang. Pertama, bahwa pemerintah adalah panglima utama ketika berhadapan dengan krisis pangan. Kedua, semua cadangan pangan baik yang ada di swasta, rumah tangga, dan BUMN semuanya adalah cadangan pangan negara saat terjadi krisis pangan di mana pengelolaan dan pendistribusiannya diatur oleh negara saat terjadi krisis pangan. Ketiga, keadaan krisis pangan secara objektif harus disepakati oleh pemerintah dan DPR. Tiga item penting tersebut perlu diratifikasi dalam undang-undang.

Andi Irawan Guru Besar ekonomi pertanian Universitas Bengkulu

Simak Video ‘Prediksi Jokowi: 800 Juta Orang di Dunia Terancam Kelaparan’:

[Gambas:Video 20detik]

(mmu/mmu)

Previous Post

Bantuan Subsidi Upah Bisa Dicairkan di Kantor Pos, Ini Syaratnya

Next Post

BNI Borong 4 Penghargaan dari Alpha Southeast Asia

Next Post
BNI Borong 4 Penghargaan dari Alpha Southeast Asia

BNI Borong 4 Penghargaan dari Alpha Southeast Asia

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kisah Henny Christiningsih Bawa Produk UMKM Mendunia

Kisah Henny Christiningsih Bawa Produk UMKM Mendunia

15 Juni 2023
BSI, Solusi Terkini Menikmati Layanan Syariah di Indonesia

BSI, Solusi Terkini Menikmati Layanan Syariah di Indonesia

28 Desember 2022
HUT Ke-25, Bank Mandiri Pertegas Komitmen Beri Layanan Prima ke Nasabah

HUT Ke-25, Bank Mandiri Pertegas Komitmen Beri Layanan Prima ke Nasabah

2 Oktober 2023
Kehidupan Setelah Menikah Adri Marto

Kehidupan Setelah Menikah Adri Marto

25 Januari 2022
Dolar AS Masih Menguat Hampir Rp 16.000, Melemah Tipis Lawan Yuan-Yen

Dolar AS Masih Menguat Hampir Rp 16.000, Melemah Tipis Lawan Yuan-Yen

27 Oktober 2023
Sudahkah Kamu Memilah Sampah Plastik? Ini Ragam Manfaatnya

Sudahkah Kamu Memilah Sampah Plastik? Ini Ragam Manfaatnya

6 Januari 2022
Resiliensi Dinilai Tinggi, BRI Dinobatkan Jadi BUMN Terbaik

Resiliensi Dinilai Tinggi, BRI Dinobatkan Jadi BUMN Terbaik

16 Desember 2021

Mencari Solusi Utang BUMN Karya

29 Mei 2023

Dari Dosen Banting Setir Jualan Gula Aren, Eh Untung Puluhan Juta

15 Juni 2023

Jumlah Nasabah Pinjol Indonesia Tembus 129 Juta, OJK Tegur 28 Perusahaan Tak Penuhi Aturan Modal

8 Agustus 2024

Sentra Keripik Tempe di Kramat Pela Layani Pembayaran dengan QRIS

30 Mei 2023

Dolar AS Masih Bikin Rupiah Berdarah-darah, BI: Masih Terkendali

25 Oktober 2023

Jumbo! Laba BRI di 2021 Tembus Rp 32 Triliun

3 Februari 2022

Jokowi Resmi Suntik BTN Rp 2,48 Triliun

9 Desember 2022

Gurihnya Bisnis Ikan Asap, Modal Rp 40 Ribu Omzet Capai Rp 1 Juta/Hari

27 Oktober 2021

Viral! Diduga Penipuan, Korban CSP Mine Menjerit Tak Bisa Cairkan Dana

18 November 2021
© Copyright Bankterkini Team All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Entertainment
    • Gaming
    • Movie
    • Music
    • Sports
  • Lifestyle
    • Fashion
    • Food
    • Travel
    • Health
  • News
    • Bussiness
    • Politics
    • Science
    • World
  • Tech
    • Apps
    • Gadget
    • Mobile