Jakarta –
Otoritas Jasa Keuangan bersama berbagai kementerian/lembaga sedang menyusun dokumen mengenai Taksonomi Hijau. Langkah ini sebagai upaya mempercepat program pembiayaan dengan prinsip berkelanjutan di sektor jasa keuangan.
“Dengan semakin meluasnya pembiayaan yang mendukung upaya perlindungan lingkungan, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia, maka dibutuhkan dokumen Taksonomi Hijau sebagai acuan dalam menyamakan bahasa tentang kegiatan usaha atau produk dan jasa yang tergolong hijau,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam keterangan tertulis, Minggu (12/12/2021).
Taksonomi hijau dapat didefinisikan sebagai klasifikasi sektor berdasarkan kegiatan usaha yang mendukung upaya perlindungan lingkungan hidup dan mitigasi serta adaptasi perubahan iklim yang telah sejalan dengan definisi di beberapa negara lain seperti EU Green Taxonomy dan China Green Catalogue.
Taksonomi hijau bersifat sebagai living document dan terbuka untuk mengalami penyesuaian dalam konteks pengembangan klasifikasi dan bentuk kegiatan usaha baru. Ini juga sejalan dengan penegasan Presiden RI atas komitmen Indonesia dalam penanganan perubahan iklim di UN Climate Change Conference ke-26 (COP26).
Wimboh menekankan Taksonomi Hijau ini akan menjadi salah satu capaian atau kebijakan nasional, bersama dengan beberapa inisiatif di sektor-sektor lainnya seperti percepatan Dekarbonisasi BUMN, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, perdagangan karbon, maupun Peta Jalan Pengembangan Industri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB)
“Diharapkan dapat direalisasikan dengan baik, sehingga mempercepat implementasi keuangan berkelanjutan di Indonesia,” imbuh Wimboh.
Dengan hadirnya Taksonomi Hijau, Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara di dunia yang telah memiliki standar hijau sebagai acuan nasional.
Dalam Taksonomi Hijau yang akan dirilis dalam waktu dekat, OJK memetakan sektor prioritas dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) dan 11 Kategori Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KKUBL) dalam POJK No.60/POJK.04/2017 Tahun 2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond) ke dalam sektor dan subsektor sesuai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).
Sebagai informasi, dalam diskusi Publik Taksonomi Hijau yang digelar OJK secara hybrid di Bandung, Jumat (10/12) lalu, menghadirkan narasumber dari 43 Direktorat Jenderal di 8 Kementerian teknis terkait.
Para narasumber memaparkan ambang batas (threshold) atas sekitar 2.700 sektor dan subsektor untuk dikategorikan menjadi hijau (do no significant harm), kuning (slight harm), dan merah (do significant harm).
Dari jumlah tersebut, sebanyak 885 sub sektor telah dapat dipetakan secara rinci dan diklarifikasi ambang batasnya oleh kementerian teknis. Selanjutnya, 872 subsektor diantaranya telah memiliki threshold yang telah dan akan diatur oleh kementerian terkait, sementara 13 sub sektor diusulkan langsung masuk kategori hijau.
Turut hadir untuk memberikan tanggapan dan masukan adalah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas), Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, lembaga jasa keuangan yang menjadi anggota Task Force Keuangan berkelanjutan, akademisi dari beberapa universitas.
Hadir juga lembaga non-pemerintah (antara lain Greenpeace Indonesia, Responsibank, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia/WALHI, World Wide Fund for Nature/WWF Indonesia, dan Yayasan Inisiatif Dagang Hijau), organisasi internasional (antara lain World Bank, International Finance Corporation/IFC, United States Agency for International Development/USAID.
Adapula Organisation for Economic Cooperation and Development/OECD, dan United Nations Development Programme/UNDP), serta berbagai pemangku kepentingan terkait ekonomi hijau dan keuangan berkelanjutan.
Selain Taksonomi Hijau ini, sejumlah langkah strategis OJK mengenai penerapan keuangan berkelanjutan sudah dan sedang disiapkan antara lain:
1. Kesiapan operasionalisasi bursa karbon sesuai kebijakan Pemerintah;
2. Pengembangan sistem pelaporan lembaga jasa keuangan yang mencakup green financing/instruments sejalan dengan penerbitan taksonomi hijau;
3. Pengembangan kerangka manajemen risiko untuk industri dan pedoman pengawasan berbasis risiko bagi pengawas dalam rangka penerapan risiko keuangan terkait iklim;
4. Pengembangan skema pembiayaan atau pendanaan proyek yang inovatif dan feasible terhadap keuangan berkelanjutan; dan
5. Peningkatan awareness dan capacity building untuk seluruh pemangku kepentingan.
Simak Video “Izin Usaha OVO Finance Dicabut OJK, OVO Payment Buka Suara“
[Gambas:Video 20detik]
(ega/ara)