Lembaga MPR meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertimbangkan untuk mengganti Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Partai Demokrat (PD) menilai alasan MPR meminta Menkeu Sri Mulyani klise.
Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani. Dia awalnya menyampaikan persoalan yang terjadi antara MPR dan Menkeu merupakan bentuk kurang komunikatifnya antar lembaga negara.
“Masalah yang kini tengah mengemuka antara Pimpinan MPR-RI dan Menteri Keuangan menjadi polemik yang menimbulkan pro dan kontra di publik. Berbagai macam persepsi yang bisa menjadi liar ini terbentuk tentunya tak lepas dari bangunan komunikasi yang dipresentasikan para Pimpinan MPR-RI serta potret relasi antar lembaga tinggi negara dan lembaga negara yang kurang komunikatif,” kata Kamhar saat dihubungi, Rabu (1/12/2021).
Lebih lanjut, Kamhar lantas membahas alasan Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad mendesak pencopotan Menkeu Sri Mulyani. Dia mengaku alasan MPR RI terkesan klise lantaran baru kali ini lembaga tersebut meminta Presiden mencopot pembantunya karena anggaran.
“Ada kesan, seolah Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad mendesak pencopotan Menkeu Sri Mulyani karena tak mau melayani aspirasi Pimpinan MPR terkait peningkatan anggaran sosialisasi dan tidak diterimanya alasan Menkeu yang dua kali tak menghadiri dan hanya mengirim perwakilan untuk rapat dengan Pimpinan MPR. Sekilas terkesan klise,” ucapnya.
“Apa iya para Pimpinan MPR yang diisi tokoh-tokoh politik senior sereaktif dan seemosional itu menyikapi ini sampai mendesak Presiden untuk mencopot pembantunya yang merupakan bendahara negara, bahkan secara tersirat menyampaikan tekanan bahwa MPR memiliki hak sidang istimewa. Ini menjadi menarik karena sejak dulu tak pernah MPR ramai dengan pemberitaan karena isu anggaran,” lanjutnya.
Kemudian Kamhar menyebut polemik MPR dan Menkeu justru menandakan adanya fenomena gunung es terkait persoalan fiskal di Indonesia. Dia menyebut ini artinya ada banyak persoalan yang terjadi terhadap keuangan negara.
“Kami memandang polemik ini hanya sebagai fenomena gunung es yang menggambarkan betapa bobrok dan banyaknya masalah serta persoalan kebijakan fiskal. Jika karena pemotongan atau pengurangan anggaran, Pak Fadel pasti tahu bahkan alokasi belanja untuk subsidi pertanian dan petani pun mengalami pemotongan yang signifikan, jadi mestinya tak akan bereaksi secara berlebihan merespon pemotongan anggaran sosialisasi,” jelasnya.
Namun, dia menilai reaksi berlebihan dari MPR bukan tanpa alasan. Pasalnya banyak anggaran lainnya yang tidak mendesak di tengah pandemi yang tetap diakomodir oleh Menteri Keuangan sedangkan anggaran MPR yang dinilai penting justru dipotong.
“Jadi karena usulan anggaran yang tak seberapa besarnya ini tak kunjung dilayani padahal bernilai penting untuk sosialisasi nilai-nilai dasar kebangsaan, sementara anggaran untuk kereta cepat yang sebelumnya katanya tak akan menggunakan APBN dengan begitu mudahnya diakomodir dengan nilai yang sangat besar mencapai Rp 27 triliun,” jelasnya.
“Termasuk juga rencana belanja untuk pembangunan Ibu Kota Negara yang baru yang begitu besar mencapai ratusan triliun padahal belum perlu dan mendesak. Belanja infrastruktur yang begitu jor-joran dan padat modal namun tak memberikan efek ekonomi sebagai mana mestinya, malah BUMN karya yang terlibat proyek infrastruktur mengalami pendarahan keuangan,” lanjutnya.
Kamhar juga menyinggung terkait keputusan pemerintah menambah item objek pajak kepada rakyat di tengah pandemi. Selain itu, utang luar negeri juga tidak luput dari sorotan.
“Sementara di sisi penerimaan, saat rakyat sedang terpuruk akibat pandemi, tanpa hati pemerintah terus manambah item objek pajak, bahkan sembako pun menjadi barang kena pajak. Belum lagi utang Luar Negeri yang semakin menggunung, hampir 7 ribu triliun. Rekor utang terbesar sepanjang republik berdiri. Jadi polemik di atas hanyalah fenomena gunung es yang pangkal persoalannya adalah buruknya manajemen kepemimpinan nasional,” tuturnya.
Simak video ‘Fadel Muhammad: Sri Mulyani Merasa MPR Tidak Ada Gunanya’:
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.