Pangandaran –
AR (39), seorang warga Ciamis ditangkap karena menggelapkan uang nasabah sebesar Rp456 juta ketika dia masih bekerja di salah satu bank BUMN di Pangandaran.
Pelaku mengaku melakukan aksinya untuk keperluan pribadinya seperti membangun usaha milik istri keduanya. “Hanya untuk usaha aja dan keperluan pribadi uangnya. Iya untuk usaha istri (kedua),” kata AR di Mapolres Pangandaran, Selasa (4/11/2023) sore.
Bapak dua anak itu mengaku penghasilannya sebagai pegawai bank masih kurang. Dia telah bekerja di bank sejak 2008 hingga 2018. “Kalau gaji emang udah Rp4 juta per bulan, tapi buat nambah-nambahin usaha ya saya lakuin itu,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kapolres Pangandaran AKBP Imara Utama mengatakan AR bekerja di bagian funding officer. Namun dia diberhentikan karena kasus ini. Modusnya, AR menawarkan program kepada nasabah dan uangnya dia gelapkan.
“Selama periode 2016-2018 AR melakukan penggelapan uang nasabah dengan modus menawarkan program. Dia menawarkan program tersebut kepada sejumlah nasabah,” katanya.
Adapun para nasabah yang menjadi korban sebanyak 7 orang dengan kerugian sebesar Rp 468 juta. “Ketujuh korban itu mengeluhkan uangnya tiba-tiba saja ditarik oleh pihak bank dan setelah mereka melaporkan, diduga ada tindakan penyelewengan uang nasabah dengan tanda tangan palsu,” ucap Imara.
“Jadi semua uang yang masuk untuk program tersebut tidak ada dalam catatan keuangan,” sambungnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Pangandaran AKP Herman mengatakan pelaku sempat berpindah-pindah tempat tinggal setelah kasus ini. “Waktu itu yang melaporkan kepada polisi merupakan kepala cabang bank terkait, lalu kemudian diproses oleh Polres Ciamis waktu itu, 2022 kasusnya dilimpahkan kepada Polres Pangandaran,” ucapnya.
“Kemudian dia terdeteksi berada di Bekasi dan ditangkap Satreskrim Polres Pangandaran pada Senin (13/11) yang lalu,” katanya.
Sementara itu, pelaku terancam pasal 49 ayat (1) huruf b UU No. 10/1999 yang berbunyi anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja menghilangkan atau memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukan pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, transaksi atau rekening suatu bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10 Miliar dan paling banyak Rp 200 miliar.
(iqk/iqk)