Denpasar –
Kasus dugaan korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) atau uang pangkal di Universitas Udayana (Unud) yang sudah bergulir di persidangan sejak pada Selasa lalu (20/10/2023), menguak banyak fakta.
Salah satunya, terdakwa Rektor Unud nonaktif I Nyoman Gde Antara didakwa telah memungut SPI atau uang pangkal kepada calon mahasiswa yang memilih program studi (prodi) di luar program sumbangan itu.
Sejak dipungut pada seleksi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri angkatan 2018 hingga 2022, terkumpul dana sebesar Rp 274,57 miliar dari 7.874 orang calon mahasiswa.
Setelah ratusan miliar uang SPI itu terkumpul, Antara yang saat itu menjabat sebagai rektor, memasukkan semua dananya ke kas Unud.
“Seolah-olah merupakan pungutan yang sah dan menjadi pendapatan negara bukan pajak yang sengaja dicampur dengan penerimaan badan layanan umum Universitas Udayana (dapat dikatakan SPI Unud). Sehingga mengaburkan asal-usul uang yang sah dan tidak sah, yang pemanfaatannya juga menjadi kabur,” kata Jaksa Penuntut Umum Agus Eko di dalam surat dakwaanya, Rabu (25/10/2023).
Selama tahun angkatan 2018 hingga 2022, semua uang pungutan SPI sebesar Rp 274,57 miliar itu tidak pernah digunakan untuk membangun sarana dan prasarana, atau pembangunan fisik lainnya. Uang tersebut malah didepositokan ke lima bank BUMN dan satu BUMD.
Pihak bank menganggap pembengkakan PNBP Unud tersebut sebagai nasabah yang memiliki banyak deposito yang tersimpan di dalam rekening. Karenanya, Unud sebagai nasabah, berhak memiliki fasilitas atau hadiah berupa barang.
Masih di dalam surat dakwaan, jaksa Agus menyebut bahwa ada kesepakatan Antara dengan pihak BPD Bali untuk tidak melakukan penarikan dana hingga saat ini. Alhasil, Unud sebagai nasabah mendapat predikat prime customer dan berhak atas hadiah berupa satu mobil Toyota Innova.
“Ada kesepakatan antara saksi Prof I Nyoman Gde Antara selaku Rektor Universitas Udayana dengan Bank BPD Bali terkait dengan nominal saldo giro yang harus mengendap pada rekening. Sehingga pihak BPD Bali memberikan partisipasi bisnis berupa kendaraan operasional Toyota Innova,” kata Agus.
Tak hanya dari BPD Bali, Unud juga mendapat hadiah mobil dari BNI dan BTN. BNI memberikan Unud hadiah dua mobil Innova dan satu Alphard, sedangkan BTN memberi 15 mobil Avanza.
Jaksa menilai pengendapan dana, yang sebagian adalah SPI di lima bank tersebut, menyalahi peraturan Rektor Unud nomor 3 tahun 2021 tentang pedoman optimalisasi kas badan layanan umum (BLU).
Atas tindakan terdakwa tersebut, jaksa menganggap Antara telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 274,57 miliar. Kerugian itu tercipta dari nominal SPI tersebut yang sudah tercampur dengan uang Unud dan berubah status menjadi PNBP.
Sehingga, uang SPI tersebut yang seharusnya digunakan hanya untuk membangun sarana dan prasarana, malah terpakai untuk operasional sehari-hari. Termasuk, untuk menggaji para dosen dan pejabat Unud lainnya.
“Perbuatan terdakwa diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Yakni, perbuatan menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan, kedudukan, dan sarana yang ada padanya untuk menguntungkan diri sendiri,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, total semua dana SPI yang dipungut dari ribuan calon mahasiswa pada semua program studi mencapai Rp 335,52 miliar.
Semua dana SPI hasil pungutan sejak penerimaan mahasiswa baru angkatan 2018 hingga 2022 itu jadi tercampur dengan uang pemasukan Unud dari sumber lain.
Sehingga, statusnya berubah menjadi penerimaan negara bukan pajak dan juga tidak pernah terpakai untuk membangun sarana dan prasarana kampus Unud.
Simak Video “3 Pejabat Universitas Udayana Jadi Tersangka Korupsi Dana SPI Rp 3,8 M“
[Gambas:Video 20detik]
(dpw/nor)