Jakarta –
Kebutuhan rumah tetap meningkat meski konon ekonomi tengah habis-habisan dihantam pandemi virus Corona yang sudah menjangkiti Indonesia sejak Maret 2020 silam.
Meningkatnya kebutuhan rumah setidaknya tercermin dari hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia yang mengindikasikan harga properti residensial di pasar primer secara tahunan tumbuh meningkat pada triwulan IV 2021.
Dalam survey tersebut, tercatat Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan IV-2021 tumbuh sebesar 1,47% (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan 1,41% (yoy) pada triwulan sebelumnya, maupun dibandingkan 1,43% (yoy) pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Di sisi lain, BI juga masih mencatat adanya pertumbuhan penjualan hunian secara tahunan seiring masih meningkatnya penjualan perumahan secara triwulanan yang tercatat tumbuh sebesar Survei Harga Properti Residensial (SHPR) 4 0,26% (qtq).
Wakil Sekretaris Jenderal DPP REI, Royzani Sjachril memandang data tersebut sebagai sinyal positif kebangkitan ekonomi khususnya di sektor properti residensial atau perumahan.
Ia membeberkan, terdapat beberapa kombinasi insentif pemerintah yang diterapkan untuk memerangi dampak negatif COVID-19 terhadap perekonomian:
Pertama adalah UU Cipta Kerja No. 11/2020 yang telah mulai berlaku untuk memangkas birokrasi perizinan, sehingga menciptakan lingkungan yang ramah bisnis.
Kedua adalah Kebijakan restrukturisasi utang sebagai countercyclical policy oleh OJK, yang membantu pelaku usaha menghadapi masalah keuangan akibat pandemi.
“Ketiga, penurunan suku bunga acuan (BI rate) ke rekor terendah dalam upaya mendukung pemulihan ekonomi,” kata Roy.
Lalu yang keempat adalah penerapan relaksasi PPN 100% untuk properti dengan harga kurang dari Rp 2 miliar rupiah dan 50% untuk properti dengan harga di bawah Rp 5 miliar.
Terakhir adalah relaksasi pembatasan COVID-19 karena tingkat infeksi COVID-19 yang rendah dan vaksinasi massal yang berhasil.
“Terbukti dari angka penjualan yang meningkat, kebijakan pemerintah di atas terbukti efektif dalam meningkatkan kepercayaan dan minat beli masyarakat,” Roy menambahkan.
|
Meski demikian, bukan berarti upaya pemerintah mendorong penyediaan hinian bagi masyarakat sudah sempurna. Di lapangan, masih ada saja keluhan yang datang dari masyarakat.
“Saya sendiri kurang tertarik dengan program perumahan pemerintah karena biasanya aksesnya susah, lokasinya jauh,” keluh Raditia, warga Sawangan, Depok.
Lantaran itu, bapak satu anak ini memilih untuk tetap tinggal di rumah orang tuanya meski sudah berkeluarga. Sebenarnya ia mengaku tak punya banyak pilihan. Gajinya yang hanya sebesar UMR DKI Jakarta membuatnya kesulitan menyisihkan pendapatannya untuk mencicil rumah komersial.
Sayang kendala minimnya fasilitas rumah yang disediakan pemerintah tadi dipandangnya juga tak cukup untuk menguatkan niatnya membeli rumah.
“Sekarang rumahnya murah, tapi jauh dari tempat kerja, jauh dari stasiun. Sama saja kan malah mahal di ongkos,” keluh dia.
Raditia tentu bukan satu-satunya kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang punya masalah dalam memilih rumah. Kendala anggaran membuat mereka tak punya akses yang cukup untuk masuk ke pasar hunian komersial. Sehingga pilihannya adalah rumah murah yang disubsidi pemerintah.
Benar saja, hasil survei yang dilakukan BI menunjukkan bahwa 75,65% dari total konsumen membeli properti residensial dengan menggunakan fasilitas KPR. Dimana, pencairan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang merupakan program bantuan pemerintah untuk penyediaan rumah MBR pada triwulan IV-2021 tercatat sebesar Rp 2,29 triliun atau tumbuh sebesar 30,73% (yoy).
Sayangnya rumah subsidi yang disediakan pemerintah kerap kali hadir dengan fasilitas yang minim sehingga keluhan yang disampaikan Raditia dan banyak lagi MBR lainnya kerap muncul di lapangan.
PT Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai bank pelat merah yang fokus pada sektor properti ikut menyoroti kondisi yang dikeluhkan MBR tersebut sebagai satu tantangan tersendiri. Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo mengatakan, masalah itu bisa timbul karena dipicu rentetan masalah lain sebelumnya.
Masalah utama yang dihadapi adalah harga lahan yang semakin tinggi. Di sisi lain, pemerintah membatasi harga rumah yang bisa mendapat subsidi pemerintah lewat berbagai skema bantuan pembiayaan dari mulai FLPP, Subsidi Selisih Bunga, Bantuan Uang Muka Perumahan dan lainnya.
“Akhirnya pengembang terpaksa cari lokasi yang harga tanahnya masih murah. Masalahnya itu tadi, kadang yang terjadi rumah subsidi itu jauh lokasinya dan sebagainya,” tutur dia.
Namun, tantangan itu tentu tak diabaikan begitu saja. Justru BTN terus berupaya menciptakan ekosistem perumahan yang memungkinkan setiap kalangan bisa memiliki hunian yang layak, tak semata hanya dinding dan atap.
Subsidi KPR Foto: Subsidi KPR (Mindra Purnomo/detikcom)
|
Salah satu langkah nyata yang dilakukan BTN adalah dengan memberikan fasilitas kepada developer atau pengembang dalam rangka memenuhi supply side berupa Kredit Konstruksi, Kredit Kepemilikan Lahan dan Modal Kerja.
“Dengan cara ini, diharapkan pengembang bisa lebih optimal dalam menyediakan hunian kepada MBR dalam program sejuta rumah sekaligus menjawab keluhan masyarakat tadi,” lanjut Haru
Tak berhenti sampai di situ, BTN juga terus berupaya mendorong pembiayaan perumahan tepat sasaran bagi kelompok profesi atau komunitas masyarakat juga menjalin kerja sama dengan para komunitas pengembang yang punya basis konsumen kuat dengan harapan dengan harapan hunian yang dibangun lebih dekat dengan kebutuhan masyarakat baik dari sisi jarak maupun fasilitas pendukung yang dibutuhkan.
Sejalan dengan langkah tersebut, baru-baru ini, BTN menggandeng Asosiasi Santri Developer NU (ASANU) dalam menjalin kerja sama layanan jasa perbankan di bidang perumahan.
Dalam kerja sama tersebut BTN akan memberikan edukasi dalam bentuk konsultasi bisnis dan pembinaan serta pendampingan di bidang kredit dan perumahan serta melayani kebutuhan finansial ASANU baik untuk penyimpanan dana maupun pengajuan pembiayaan.
ASANU merupakan mitra strategis bagi Bank BTN yang beranggotakan santri dan dapat mengembangkan kemandirian di bidang properti, mengumpulkan jaringan lebih luas bukan hanya warga Nahdliyin (NU) melainkan seluruh santri di Indonesia. Para santri developer ini diharapkan dapat menginspirasi masyarakat, dan santri lainnya dalam berwiraswasta di bidang usaha properti secara profesional dengan basis akhlak sebagai pondasi berbisnis, jelas Haru menambahkan.
Direktur Finance, Planning and Treasury Bank BTN Nofry Rony Poetra mengungkap, tahun lalu program BTN Santri Developer telah diikuti oleh 1.241 peserta dari anggota NU Circle. Santri-santri tersebut dilatih dalam program BTN Santri Developer. Alumni Santri Developer yang tergabung dalam ASANU ini telah dibekali pengetahuan mengenai pertanahan, perizinan, pembiayaan dan skill set baik secara teori maupun praktek tentang bisnis perumahan, kiat sukses menjadi developer dan seluk beluk industri properti.
“ASANU ke depan berpotensi menjadi organisasi besar dalam dunia properti diperkuat jaringan Santri yang bergerak memajukan bidang developer di seluruh Indonesia yang pada akhirnya akan menggerakkan perekonomian masyarakat melalui aktivitas usahanya,” katanya.
Selain menggandeng ASANU, Bank BTN juga menjalin kerja sama dengan PT Sandev Property Group atau PT SPG yang merupakan holding perusahaan dari para alumni program Santri Developer. Dalam Nota Kesepahaman yang ditandatangani kedua belah pihak, PT SPG merupakan perusahaan yang dibentuk di bawah pengelolaan ASANU yang bergerak dalam penyelenggaraan, pembangunan dan pengembangan perumahan.
Wakil Menteri BUMN I, Pahala N Mansury menilai sinergi antara Bank BTN dengan ASANU maupun PT SPG merupakan bukti nyata, Bank BTN memberikan support secara penuh untuk kemajuan sektor perumahan dan para developer khususnya yang berasal dari komunitas santri.
Pahala berharap, ke depannya makin banyak perumahan yang merupakan hasil kerjasama dengan BTN dan ASANU.
“Seperti yang kita ketahui, Bank BTN saat ini membangun ekosistem perumahan secara menyeluruh, salah satu bagian ekosistem yang penting adalah developer, tidak hanya pendanaan dan pembiayaan tapi juga support yang lain, ke depannya diharapkan sektor perumahan dan santri developer terus berkembang dan berkontribusi positif ke kesejahteraan masyarakat Indonesia,” katanya.
Selain menggandeng para santri, BTN juga aktif menjalin kerja sama penyediaan hunian untuk anggota koperasi karyawan sejumlah korporasi dan instansi pemerintah.
Contohnya seperti kerja sama dengan Kawan Lama Group melalui Koperasi Karyawan Kawan Lama Mandiri (KOPKARI) untuk penyediaan layanan dana dan fasilitas kredit konsumer untuk para anggota koperasi yang jumlahnya mencapai lebih dari 32.000 orang.
Ada pula kerja sama pemberian kemudahan akses pembiayaan bagi prajurit, karyawan ASN dan karyawan Non ASN yang bekerja di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto (RSPAD) Gatot Subroto.
Ke depan, BTN masih akan terus melakukan kerja sama serupa dengan berbagai pihak dengan harapan bisa mencapai tujuan sebagai enabler dalam ekosistem perumahan nasional.
Rumah Layak Huni Foto: Rumah Layak Huni (Fuad Hasim/detikcom)
|
Upaya BTN menjadi enabler dalam ekosistem perumahan nasional tentu tak berhenti sampai di situ. Bank yang telah berusia 45 tahun tepat pada 10 Desember 2021 lalu itu, tetap konsisten menjadi bank nomor satu dalam hal penyaluran bantuan pembiayaan perumahan untuk MBR dalam rangka mendukung program Sejuta Rumah pemerintah.
Hingga kini, BTN telah menjadi kontributor utama pada Program Sejuta Rumah Pemerintah dengan kontribusi rata-rata 60% per tahunnya baik untuk pembiayaan kepemilikan maupun kredit konstruksi bagi developer.
Sederet upaya tersebut sejalan dengan mandat yang diberikan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar Bank BTN menjadi solusi perumahan bagi masyarakat Indonesia.
Erick Thohir menjelaskan bahwa BUMN harus melakukan transformasi besar-besar karena BUMN menyandang sepertiga kekuatan ekonomi Indonesia. Hal tersebut merupakan faktor yang amat penting karena dapat menjaga keseimbangan ekonomi dan faktor yang bisa mengintervensi jika terjadi ketidakseimbangan.
Ketidakseimbangan yang dimaksud Erick terjadi sebagai dampak dari pandemi COVID-19 yang memicu kesenjangan sosial di masyarakat sehingga BUMN harus mengambil peran sebagai penyeimbang.
Untuk sektor perumahan, sebagai penyeimbang, Erick mendorong BTN memperluas ekosistem perumahan dengan bersinergi bersama BUMN lain dan swasta.
“BTN harus berani merajut saudara-saudara yang ada di BUMN tapi juga merajut para pemain swasta ataupun yang melibatkan juga turunan daripada ekosistem daripada perumahan dan ekosistem perumahan ini lebar ada semen, besi, cat, furniture, ini luar biasa kalau kita bisa memberikan solusi, seperti super apps, ada solusi, ini positif,” kata Erick saat membuka Raker BTN 2022 di Jakarta, Jumat (21/1/2022) lalu.
Ke depan, berbagai upaya yang dilakukan diharapkan mampu menjadikan ekosistem perumahan nasional lebih baik sebagai salah satu upaya mensejahterakan masyarakat dan menggerakkan ekonomi nasional ke arah yang lebih baik.
“Karena perlu kita sadari bahwa rumah bukan sekadar hunian, bukan sekadar dinding dan atap. Rumah harus menjadi awal kesejahteraan masyarakat Indonesia. Makanya butuh upaya bersama untuk membantu masyarakat lebih mudah memiliki rumah yang layak,” tandas Haru Koesmahargyo.
(dna/zul)