BankTerkini.com – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyatakan bahwa ambisi Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 8 persen dianggap sulit untuk dicapai. Menurutnya, keberhasilan mencapai target tersebut sangat bergantung pada peningkatan daya beli masyarakat, yang saat ini tertekan oleh kebijakan upah yang berlaku.
Said Iqbal menekankan bahwa upah buruh yang masih merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 mengakibatkan daya beli masyarakat menurun. “Mustahil, karena daya beli akan rendah. Daya beli rendah atau purchasing rendah, konsumsi rendah,” ujarnya saat berpidato di depan Patung Kuda Monumen Nasional, Jakarta. Dengan kondisi tersebut, Said Iqbal berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tidak akan terwujud jika konsumsi masyarakat tidak ditingkatkan.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi berasal dari daya konsumsi masyarakat, yang mencapai 54 persen. “Kalau konsumsinya tidak dinaikkan, seiring dengan investasi yang didatangkan, tidak mungkin pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen,” ungkapnya. Ia pun meminta agar Prabowo mempertimbangkan untuk menaikkan upah buruh dalam rentang 8-10 persen. Dengan langkah tersebut, Said Iqbal percaya bahwa ambisi Prabowo untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat segera terwujud.
“Daya beli harus bisa ditingkatkan agar pertumbuhan ekonomi 8 persen bisa dicapai. Kami mengemukakan hal ini justru untuk mendukung Presiden Prabowo Subianto,” kata Said Iqbal. Dia menjelaskan bahwa dengan kenaikan upah, daya konsumsi masyarakat dapat meningkat, yang pada gilirannya berkontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Ia menyatakan, “Kami mendukung pertumbuhan ekonomi 8 persen, konsumsi harus naik, karena itu menyumbang pertumbuhan ekonomi 60-70 persen.”
Baca juga: OJK Cabut Izin Usaha PT Investree Radika Jaya, Ini Alasannya
Said Iqbal juga menegaskan bahwa meningkatkan upah buruh tidak akan merugikan negara. Sebaliknya, hal ini justru bermanfaat bagi kondisi ekonomi nasional. Dia memberikan contoh negara-negara seperti Inggris, Jerman, dan Turki yang telah menaikkan upah pekerjanya tanpa mengalami kerugian. “Di Inggris saja, upah naik 30 persen, di Jerman 27 persen, bahkan di Turki naik hingga 60 persen. Tidak ada negara yang bangkrut karena tindakan tersebut. Ini adalah isu neokapitalisme dan neoliberalisme yang sering menakut-nakuti masyarakat dengan argumen bahwa kenaikan upah akan membuat negara bangkrut,” jelasnya.
Said Iqbal juga mendukung pernyataan Prabowo mengenai pentingnya menjadikan ekonomi Indonesia berasaskan Pancasila. Ia menegaskan bahwa sistem ekonomi yang berbasis neoliberal hanya menguntungkan para pemodal, bukan masyarakat luas. “Kalau begitu, naikkan upah. Jangan lagi ada yang nombok. Kita semua bekerja dan berkontribusi untuk negara, membayar pajak, tetapi masih disuruh nombok saat membeli barang,” tutup Said Iqbal.
Dalam konteks ini, tuntutan Said Iqbal dan KSPI menjadi sorotan penting, mengingat kondisi ekonomi yang dihadapi masyarakat saat ini. Peningkatan daya beli melalui kenaikan upah diharapkan dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan merata di Indonesia.