Jakarta –
Sistem Resi Gudang (SRG) adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi resi gudang.
Menurut Plt. Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditas (BAPPEBTI) Kementerian Perdagangan, Kasan, resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang.
Beberapa manfaat SRG antara lain sebagai sarana tunda jual bagi petani saat musim panen atau saat harga komoditas turun, sebagai alternatif pembiayaan dari bank dengan resi gudang sebagai agunan, serta sebagai sarana pemasaran komoditas. Selain itu juga memberikan nilai tambah karena beberapa pengelola gudang SRG telah melakukan pengolahan lebih lanjut terhadap komoditas yang disimpan di gudang SRG, serta menyediakan komoditas dengan mutu yang telah terstandardisasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini ada 22 jenis komoditas yang dapat disimpan di gudang SRG berdasarkan Permendag No. 24/2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 33/2020 Barang dan Persyaratan Barang yang Dapat Disimpan dalam Sistem Resi Gudang.
“Komoditasnya adalah gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, rotan, garam, gambir, teh, kopra, timah, bawang merah, ikan, pala, ayam karkas beku, gula kristal putih, kedelai, tembakau, dan kayu manis. Saat ini sedang dalam kajian untuk komoditas tapioka dan mocaf,” jelas Kasan.
Kasan juga menyampaikan komoditas yang disimpan di gudang SRG dapat dipasarkan secara langsung. Di samping itu pemasarannya bisa melalui Pasar Lelang Komoditas (PLK) yang secara umum dapat diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dengan sistem lelang. PLK menjadi instrumen perdagangan komoditas perdagangan yang menghubungkan langsung produsen/pemilik komoditas (penjual) dengan industri dan eksportir (pembeli).
Instrumen SRG dan PLK dapat menjadi skema alternatif dalam menunjang terbentuknya efisiensi tata niaga komoditas dari sektor hulu ke hilir. Kedua instrumen tersebut dapat menjembatani manajemen rantai pasok komoditas, di mana pada fase pascapanen SRG dapat dioptimalkan sebagai sarana logistik dan manajemen pasokan. Lalu pada fase selanjutnya PLK menjadi sarana pemasaran komoditas dari Gudang SRG.
Untuk itu, kedua skema ini perlu untuk dikolaborasikan sehingga mampu dimanfaatkan secara optimal oleh para pelaku usaha dalam rantai pasok komoditas. Karena itu pula perlu dibentuk ekosistem yang memungkinkan kedua intrumen dapat bersinergi dengan efektif dan efisien. Instrumen dapat berupa penguatan regulasi, sarana prasarana, serta pemanfaatan teknologi informasi.
Sementara itu terkait tugas pokok Bappebti dan hubunganya dengan Sistem Resi Gudang (SRG) dan Pasar Lelang Komoditas (PLK) Kasan mengatakan Bappebti merupakan salah satu unit Eselon I di Kementerian Perdagangan.
“Kami memiliki tugas untuk melaksanakan pembinaan, pengaturan, pengawasan dan pengembangan kegiatan Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK), Sistem Resi Gudang (SRG) dan Pasar Lelang Komoditas (PLK). Adapun dasar hukum atas pelaksanaan tugas fungsi tersebut adalah UU No. 7/2014 tentang Perdagangan, UU No. 32/1997 sebagaimana diubah menjadi UU No. 10/2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditas, UU No. 9/2006 yang telah diubah menjadi UU No. 9/2011 tentang Sistem Resi Gudang, dan Perpres No. 75/2022 tentang Penataan, Pembinaan, dan Pengembangan Pasar Lelang Komoditas, ” jelas Kasan.
Kasan mengatakan bahwa berdasarkan UU No. 9/2011 tentang Sistem Resi Gudang, maka Resi Gudang (Warehouse Receipt) adalah dokumen/surat bukti kepemilikan barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang tertentu (yang telah mendapat persetujuan dari Bappebti).
“Sedangkan Sistem Resi Gudang (Warehouse Receipt System) adalah berbagai kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi Gudang,” ujar Kasan.
Kasan menyebut SRG merupakan salah satu instrumen yang dapat dimanfaatkan oleh para petani, kelompok tani, gapoktan, koperasi tani maupun pelaku usaha (pedagang, prosesor, pabrikan) sebagai suatu instrumen tunda jual dan pembiayaan perdagangan karena dapat menyediakan akses kredit bagi dunia usaha dengan jaminan barang (komoditas) yang disimpan di gudang.
Terkait manfaatnya, Kasan menyatakan SRG merupakan inisiatif pemerintah (Kementerian Perdagangan dalam hal ini Bappebti) untuk membantu meningkatkan kesejahteraan petani dan pelaku usaha komoditas melalui konsep penyimpanan barang di gudang. Kehadirannya membantu tak hanya petani, tapi juga pelaku UMKM dan koperasi.
“Sebagai instrumen usaha pascapanen melalui mekanisme tunda jual, menyimpan ketika harga jatuh (yang biasa terjadi pada saat musim panen dimana pasokan melimpah atau terjadi penurunan permintaan pasar). Sebagai instrumen pembiayaan dengan memanfaatkan skema kredit program bersubsidi untuk meningkatkan modal usaha/pengembangan usaha, ” papar Kasan.
SRG juga dapat dioptimalkan dalam rangka penguatan kelembagaan ekonomi petani
Bagi pelaku usaha ekspor
- Sebagai instrumen dalam pemenuhan kontrak komoditas ekspor jangka pendek/menengah antara eksportir dengan mitra dagang.
- Sebagai instrumen pembiayaan perdagangan berbasis komoditas bagi para pelaku usaha (eksportir).
Pemanfatan SRG untuk Pelaku Usaha Pabrikan/Industri
Sebagai instrumen pengembangan usaha berbasis SRG melalui kerjasama dengan Pengelola Gudang SRG untuk mendapatkan akses bahan baku yang terjamin baik kualitas maupun kuantitas (sebagai offtaker).
Untuk dapat masuk ke dalam daftar komoditas yang dapat disimpan di gudang SRG harus melalui proses kajian. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui spesifikasi gudang yang dibutuhkan sesuai karakteristik komoditas serta memahami betul potensi daerah penghasil komoditas dan potensi ekonomi komoditas tersebut ketika disimpan di gudang SRG.
Di Indonesia SRG sudah mulai berkembang namun tetap saja masih ada tantangan dalam implementasinya. Saat ini nilai resi gudang yang diterbitkan tercatat Rp. 850,98 miliar dengan nilai pembiayaan sebesar Rp 526,3 miliar (periode Januari s/d Oktober 2023).
Dalam rangka mendorong implementasi SRG di Indonesia pemerintah memberikan stimulus berupa pembangunan gudang SRG di 92 kabupaten kota. Saat ini berdasarkan data di Bappebti terdapat 129 gudang SRG aktif yang dikelola oleh pengelola gudang SRG baik yang bekerja sama dengan pemilik gudang SRG swasta maupun pemerintah daerah.
“Berbagai tantangan kami hadapi dalam upaya memaksimalkan implementasi SRG seperti: pemahaman masyarakat terhadap SRG yang masih minim; keterbatasan calon pengelola gudang yang kompeten dan profesional, masih terbatasnya akses pemasaran komoditas dari gudang SRG, dukungan Pemerintah Daerah yang belum optimal, keterbatasan lembaga penyalur pembiayaan SRG baik bank maupun non bank, kesulitas petani dalam memenuhi standar kualitas komoditas yang dipersyaratkan dalam SRG, serta masih terbatasnya lembaga uji mutu komoditas di daerah, ” jelas Kasan.
Kasan juga menjelaskan tentang arti penting Pasar Lelang Komoditas (PLK). Menurutnya PLK merupakan pasar fisik komoditas yang terorganisasi bagi pelaku usaha untuk bertransaksi komoditas melalui sistem lelang. Instrumen ini dapat digunakan pemerintah dalam menjaga ketersediaan dan distribusi pasokan komoditas.
PLK disenyelenggarakan oleh Pemerintah Daerah penerima dana dekonsentrasi dan badan usaha yang sudah mendapatkan izin dari Bappebti sebagai Penyelenggara PLK. Pelaksanaan PLK di Indonesia berdasarkan pada Perpres No.75/2022 tentang Penataan, Pembinaan, dan Pengembangan Pasar Lelang Komoditas. Saat ini sedang dalam proses penyusunan Peraturan Menteri Perdagangan sebagai turunannya.
“Dengan adanya PLK akan terwujud perdagangan yang transparan, adil, akuntabel, dan diharapkan dapat mendorong terwujudnya efisiensi rantai perdagangan komoditas dan menciptakan insentif dalam perdagangan bagi seluruh pelaku dalam rantai pasok komoditas, ” ungkap Kasan.
Sedangkan perkembangan implementasi PLK saat ini penyelenggara PLK terdiri dari 13 Pemerintah Provinsi penerima dana dekonsentrasi, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Lampung, Bangka Belitung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara dan sebanyak 6 (enam) penyelenggara swasta.
“Nilai transaksi PLK dari Januari s/d Oktober 2023 tercatat sebesar Rp 61,5 miliar melalui 76 (tujuh puluh enam) kali penyelenggaraan. Adapun transaksi terbesar terjadi untuk komoditas karet bokar, karet, kopra, pinang, dan beras, ” ujar Kasan.
Pemerintah, kata Kasan, telah melakukan upaya untuk mendorong implementasi PLK di Indonesia. Beberapa tantangan dalam pelaksanaan PLK di Indonesia di antaranya:
- Kurang maksimalnya sarana prasarana dan SDM untuk penyelenggaraan lelang online (SPLT);
- Pengembangan PLK masih bergantung pada Dana Dekonsentrasi dari pemerintah (Kemendag);
- Belum optimalnya standarisasi mutu komoditas;
- Kurangnya pemahaman masyarakat terkait pentingnya PLK;
- Partisipasi peserta lelang yang belum melibatkan banyak penjual dan pembeli;
- Pelaksanaan lelang tidak berjalan secara terjadwal dan kontinu.
Dalam menghadapi tatangan tersebut, beberapa langkah yang diupayakan antara lain penyusunan regulasi turunan dari Perpres No75/2022 melalui Permendag dan Perba dengan melibatkan K/L terkait; mendorong peran BUMN, swasta dan asosiasi komoditi untuk menjadi bagian dari ekosistem PLK (Penyelenggara PLK, Lembaga Kliring & Penjaminan, Pergudangan/Logistik, Lembaga Penilaian Mutu); penetapan komoditas yang dapat ditransaksikan di PLK melalui identifikasi dan kajian potensi komoditas yang melibatkan stakeholders terkait; transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Lelang dengan melibatkan banyak penjual maupun banyak pembeli berdasarkan sistem keanggotaan sehingga dapat menghasilkan harga yang wajar dan adil; sinergitas kebijakan pengembangan PLK serta pembinaan pelaku usaha dan komoditas unggulan, dengan K/L terkait dan Pemda.
Kasan mengungkapkan pihaknya juga telah mengintegrasikan SRG dengan PLK. Tujuannya untuk memudahkan pemasaran barang-barang yang disimpan di gudang SRG. Sehingga para pemilik barang selain mendapatkan berbagai manfaat dari penyimpanan komoditas di gudang, juga memperoleh akses pasarnya.
“Integrasi SRG dan PLK dilakukan melalui sistem informasi di SRG yang dikelola oleh Pusat Registrasi. Setiap barang yang disimpan di gudang SRG dan memperoleh Resi Gudang, akan tercatat dalam Sistem Informasi Resi Gudang (SIRG). Melalui sistem ini penjualan dapat dilakukan dengan integrasi SIRG dengan sistem informasi di PLK, “pungkas Kasan.
(Content Promotion/Bappebti)