Bankterkini.com – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan mengumumkan lima kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat sebagai langkah diplomatik guna merespons kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump. Langkah ini diambil untuk meredam potensi dampak negatif dari perang dagang yang dapat merugikan perekonomian nasional.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa komunikasi intensif dan negosiasi telah dilakukan dengan Pemerintah AS untuk mencari solusi terbaik. Dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang digelar secara virtual pada Kamis (24/4), ia menjelaskan bahwa upaya tersebut merupakan bagian dari strategi menjaga stabilitas makroekonomi dan keberlanjutan fiskal.
Salah satu kesepakatan dagang yang dicapai adalah penyesuaian tarif bea masuk terhadap sejumlah produk tertentu asal Amerika Serikat. Penyesuaian ini dilakukan secara selektif, mempertimbangkan dampaknya terhadap industri dalam negeri serta hubungan dagang bilateral.
Langkah kedua yang disepakati adalah peningkatan impor dari Amerika Serikat, khususnya pada produk yang tidak diproduksi di Indonesia. Produk-produk tersebut mencakup sektor minyak dan gas, mesin serta teknologi, dan hasil pertanian. Pemerintah menilai kebijakan ini sebagai bentuk kerja sama saling menguntungkan.
Selain itu, reformasi kebijakan perpajakan dan kepabeanan menjadi poin ketiga dalam rangkaian kesepakatan. Pemerintah berkomitmen untuk menciptakan sistem yang lebih transparan, efisien, dan mendukung arus perdagangan yang sehat.
Kesepakatan keempat berkaitan dengan penyesuaian kebijakan non-tarif. Pemerintah menyusun ulang berbagai aturan seperti Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), kuota impor, serta mekanisme deregulasi dan pertimbangan teknis di sejumlah kementerian dan lembaga. Upaya ini bertujuan memperkuat daya saing dan memberikan kepastian bagi pelaku usaha.
Poin terakhir menyangkut penguatan kebijakan pengendalian banjir impor. Pemerintah akan menerapkan langkah trade remedies secara cepat dan responsif untuk melindungi industri nasional dari lonjakan barang impor yang tidak wajar. Pendekatan ini diyakini mampu menjaga keseimbangan pasar dalam negeri.
Sri Mulyani menegaskan bahwa keseluruhan kesepakatan dagang tersebut tidak hanya dirancang untuk meredakan tekanan dari kebijakan perdagangan AS, tetapi juga untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional di tengah dinamika global.
Di sisi lain, pemerintah juga aktif membuka peluang ekspor baru untuk produk unggulan nasional. Negara-negara dalam kerangka kerja sama ASEAN Plus Three—yang mencakup negara-negara Asia Tenggara bersama China, Jepang, dan Korea Selatan—menjadi salah satu fokus utama.
Selain itu, ekspansi pasar juga diarahkan ke kelompok negara-negara BRICS yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Indonesia turut menjajaki pasar Eropa guna memperluas jangkauan produk dalam negeri ke kawasan yang memiliki daya beli tinggi.
Di tengah kebijakan tarif resiprokal sebesar 32 persen dari AS, pemerintah menegaskan bahwa diplomasi ekonomi tetap menjadi alat penting dalam menjaga kepentingan nasional. Pemerintah berharap, melalui kebijakan adaptif dan langkah negosiasi strategis, stabilitas ekonomi Indonesia tetap terjaga serta potensi ekspor dapat ditingkatkan secara signifikan.








