Grobogan –
Pandemi COVID-19 seakan memaksa masyarakat untuk lebih kreatif agar bisa bangkit dari keterpurukan ekonomi, yakni dengan membangun usaha sendiri. Salah satunya adalah beternak puyuh rumahan yang semakin diminati di masa pandemi.
Tren usaha ternak puyuh ini membuat perajin kandang puyuh ikut kecipratan untung. Seperti halnya yang dirasakan oleh Suwantono (29) dan istrinya, Muslikah (28), warga Dusun Dalingan, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah. Suwantono mengakui tren kenaikan bisnis peternakan puyuh karena banyak pekerja yang terkena PHK sehingga memutuskan untuk memulai usaha sendiri.
“Pandemi ini signifikan, lebih naik. Karena orang terkena dampak pekerja ada yang di-PHK, rata-rata larinya ke peternakan. Di peternakan paling (nomor) satu itu puyuh, paling besar dan signifikan,” ujarnya kepada tim detikcom baru-baru ini.
“Rata-rata peternak puyuh itu pemula, baru. Alasannya karena (omzetnya) menjanjikan. Dia bisa per hari dapat, tiap hari dia bertelur. Penjualan telurnya juga mudah dan harganya nggak sampai ambruk,” lanjutnya.
Kondisi tersebut membuat kandang puyuh kebanjiran orderan. Suwantono menyebut setelah pandemi dia dan istri bisa mengirim 3-4 kali. Atau lebih banyak ketimbang sebelum pandemi yang hanya 1 hingga 2 kali pengiriman.
Dalam 1 kali pengiriman, bisa mencapai 2 armada. Totalnya dapat memuat hingga 32 kandang puyuh. Untuk per unit kandang, Suswanto mematok harga Rp 650 ribu.
“Omzet saya lebih naik. Dari normal sebelum PPKM ada sekitar 50%. Signifikan banget. Setelah pandemi, terutama setelah PPKM saya total dapat sekitar Rp 70-80 juta,” terangnya.
![]() |
Lebih lanjut Suswantono menjelaskan kebanyakan pembelinya datang dari daerah Jawa Tengah. Meski permintaan terbilang banyak, namun dia belum dapat memenuhi pengiriman untuk wilayah di luar Pulau Jawa. Hal ini mengingat biaya pengirimannya yang masih tinggi.
“Pembelinya kebanyakan dari Kulon Progo, Yogyakarta. Dalam 2 bulan terakhir ini dari sana. Kalau di luar Jawa belum karena terkendala di pengiriman. Permintaan sudah banyak, tapi belum sanggup kirim. Ongkirnya mahal,” tuturnya.
Agar mendorong usaha kandang puyuhnya semakin berkembang, Suswantono sempat meminjam tambahan modal ke bank. Pinjaman senilai Rp 25 juta tersebut dipakainya untuk keperluan membeli kayu, kawat, serta bahan-bahan lain yang diperlukan dalam proses pembuatan kandang.
“Kalau di BRI ambil KUR. Tahun 2020 mengajukan Rp 50 juta, dikabulkannya Rp 25 juta. Buat nambah modal usaha produksi kandang, beli kayu, beli kawat. Beli alat juga,” katanya.
![]() |
Selain KUR, Muslikah yang merupakan istri dari Suswanto juga mengajukan pinjaman modal lewat program PNM, yaitu Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekar).
“Pinjaman awal saat itu Rp 2 juta untuk nambah modal warung kopi dulu. Terus berlanjut pinjaman ke 2 Rp 3 juta. Sekarang sudah 3 kali, yang ketiga Rp 4 juta. Bergabung dengan Mekar sudah 2 tahun lebih,” katanya Muslikah.
“Membantu dari segi menambah modal. Terus bunganya kecil. Proses pencairan cepat dan gampang. Dan nggak perlu jaminan apa-apa,” pungkas.
detikcom bersama BRI mengadakan program Sinergi Ultra Mikro di Bandar Lampung dan Semarang untuk memantau upaya peningkatan inklusi finansial masyarakat melalui sinergi BRI, Pegadaian, dan PNM dalam Holding Ultra Mikro. Holding Ultra Mikro berupaya mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan untuk peningkatan UMKM di Tanah Air. Untuk informasi lebih lengkap, ikuti beritanya di https://sinergiultramikro.detik.com/.
Simak Video “Agen Brilink ini Mirip Banget dengan Kantor Bank Beneran!“
[Gambas:Video 20detik]
(prf/ang)