Bankterkini.com – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah tidak berencana menaikkan tarif pajak dalam waktu dekat. Ia menilai, langkah tersebut hanya akan dilakukan apabila kondisi perekonomian nasional telah benar-benar kuat dan mampu menanggung dampaknya terhadap daya beli masyarakat.
Dalam keterangannya di acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta, Purbaya menekankan bahwa kenaikan pajak harus mempertimbangkan situasi ekonomi secara menyeluruh. Ia tidak ingin kebijakan tersebut justru memperberat beban rakyat di tengah upaya pemulihan ekonomi.
“Kenaikan tarif pajak hanya akan dilakukan ketika kondisi perekonomian kuat. Hal ini penting agar tidak menambah beban dan menggerus daya beli masyarakat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Purbaya menjelaskan bahwa tolok ukur kekuatan ekonomi yang dimaksud adalah ketika pertumbuhan ekonomi nasional mampu menembus angka di atas 6 persen. Menurutnya, pada kondisi tersebut masyarakat akan lebih siap berpartisipasi dalam kewajiban perpajakan.
“Saya akan menaikkan pajak kalau pertumbuhan ekonomi sudah di atas 6 persen. Ketika ekonomi tumbuh kuat, masyarakat juga akan lebih rela membayar pajak,” jelasnya.
Purbaya menegaskan, kebijakan perpajakan seharusnya tidak menjadi momok bagi masyarakat. Ia berharap sistem perpajakan yang diterapkan pemerintah dapat berjalan dengan adil dan proporsional tanpa menimbulkan keresahan sosial.
“Kalau bisa, jangan sampai masyarakat merasa terbebani. Kalau mereka tidak senang membayar pajak karena kondisi ekonomi belum baik, itu justru kontraproduktif,” tuturnya.
Purbaya juga menyoroti fenomena kenaikan pajak di sejumlah daerah, terutama terkait Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Ia menilai, kebijakan tersebut sering kali menimbulkan gejolak di tengah masyarakat, bahkan hingga memicu penolakan.
Di beberapa wilayah, kenaikan tarif PBB dinilai terlalu tinggi dan tidak sebanding dengan kondisi ekonomi warga setempat. Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat merasa terbebani dan memprotes kebijakan pemerintah daerah.
“Kalau pajak dinaikkan tanpa perhitungan matang, masyarakat akan kesulitan. Itu sebabnya saya menekankan pentingnya waktu dan kondisi ekonomi yang tepat,” ungkapnya.
Selain faktor daya beli, Purbaya juga menyoroti pentingnya efektivitas pengelolaan dana pajak. Ia menilai bahwa penerimaan negara dari pajak seharusnya segera dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk program yang mendorong aktivitas ekonomi, bukan dibiarkan mengendap di lembaga keuangan.
Menurutnya, penggunaan dana pajak yang tepat dapat menciptakan siklus ekonomi yang sehat. Ketika penerimaan negara dioptimalkan melalui kebijakan produktif, masyarakat akan merasakan manfaat langsung dan tidak akan menolak membayar pajak.
“Kalau penerimaan negara tidak segera dikembalikan untuk mendorong pertumbuhan, maka dampaknya kecil. Bahkan dana tersebut sering kali hanya mengendap di sistem Bank Indonesia dan perbankan daerah,” kata Purbaya.
Ia menambahkan bahwa tujuan utama kebijakan fiskal adalah memastikan keseimbangan antara penerimaan dan pengeluaran negara, tanpa menekan masyarakat. Karena itu, Purbaya menegaskan perlunya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah agar kebijakan pajak tetap sejalan dengan kebutuhan ekonomi nasional.
Dengan pendekatan yang hati-hati dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat, Purbaya optimistis kebijakan fiskal ke depan dapat memperkuat fondasi ekonomi sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan nasional.

