Bankterkini.com – Kementerian Keuangan melaporkan kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp21 triliun hingga akhir Mei 2025. Nilai ini setara dengan 0,09 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, posisi fiskal tersebut berbalik arah dari bulan sebelumnya. Pada April 2025, APBN masih mencatatkan surplus sebesar Rp4,3 triliun. Namun, hingga 31 Mei 2025, neraca keuangan negara menunjukkan kekurangan dana akibat penerimaan yang belum mencapai target.
“Per 31 Mei, realisasi defisit mencapai Rp21 triliun. Bulan sebelumnya masih surplus, namun kali ini terjadi tekanan karena belanja lebih besar daripada penerimaan,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA di Jakarta Pusat, Selasa (17/6).
Penerimaan negara hingga periode tersebut baru menyentuh angka Rp995,3 triliun. Capaian ini mencerminkan 33,1 persen dari target pendapatan dalam APBN 2025. Dari total penerimaan tersebut, pajak menyumbang kontribusi terbesar dengan nilai Rp683,3 triliun.
Selain dari sektor perpajakan, penerimaan negara juga berasal dari kepabeanan dan cukai yang mencatat Rp122,9 triliun. Di sisi lain, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) turut menambah pemasukan sebesar Rp188,7 triliun.
Di tengah penerimaan yang masih terbatas, pemerintah melanjutkan belanja negara yang mencapai Rp1.016,3 triliun atau sekitar 28,1 persen dari total anggaran tahun ini. Pengeluaran tersebut mencakup berbagai kebutuhan, baik belanja pemerintah pusat maupun alokasi ke daerah.
Dalam paparannya, Sri Mulyani merinci belanja pemerintah pusat mencapai Rp694,2 triliun. Jumlah itu setara dengan 25,7 persen dari pagu belanja yang ditetapkan. Sementara itu, dana transfer ke daerah (TKD) telah terealisasi sebesar Rp322 triliun, atau sekitar 35 persen dari total alokasi.
Meskipun terjadi defisit anggaran secara keseluruhan, keseimbangan primer tercatat masih surplus. Hingga akhir Mei, surplus keseimbangan primer berada di angka Rp192,1 triliun, yang menunjukkan pengelolaan pembiayaan di luar bunga utang masih berada dalam koridor positif.
Kondisi ini menggambarkan bahwa meski terdapat tekanan fiskal, pemerintah masih mampu menjaga stabilitas fiskal di tengah tantangan penerimaan. Ke depan, upaya optimalisasi penerimaan pajak dan efisiensi belanja diperkirakan akan menjadi fokus utama untuk menekan defisit hingga akhir tahun.
Dengan perkembangan ini, pemerintah diharapkan terus memperkuat koordinasi antarlembaga guna meningkatkan kinerja pendapatan dan menjaga disiplin fiskal demi kesinambungan pembangunan nasional.








