Jakarta –
BNPT saat ini sedang mengembangkan model penanggulangan terorisme dengan pendekatan kesejahteraan (soft approach). Pendekatan ini didasari bahwa mereka yang terpapar paham dan ideologi terorisme dipicu salah satu faktornya oleh masalah kemiskinan dan kebodohan. Untuk mengatasi akar masalah itu, BNPT mengembangkan konsep Kawasan Terpadu Nusantara (KTN). Melalui konsep ini akan dibangun pusat pendidikan dan pelatihan untuk membekali para mantan narapidana terorisme (napiter) dengan berbagai kemampuan life skill berbasis pengelolaan sumber daya alam bumi Nusantara.
Kawasan tersebut dibangun dan dikerjakan melalui konsep sinergisi atau kolaborasi antar kementerian/lembaga (K/L) negara, swasta, BUMN bahkan dengan lembaga donor. Pokok utama dari kegiatan di dalam KTN adalah penyelenggaraan kegiatan edukasi dan pengembangan ekonomi kawasan dalam bingkai ecotourism. Sementara yang menjadi target group dari peserta kegiatan ini adalah para mantan napiter, masyarakat atau organisasi yang rawan terpapar paham dan ideologi terorisme, dan kelompok lainnya yang dipandang penting untuk mengikuti pelatihan di dalam KTN tersebut.
Melalui KTN diharapkan selain diperolehnya keterampilan life skill berupa keahlian spesifik untuk berusaha (entrepreneurship) juga dilakukan kegiatan edukasi berupa penyegaran dan pengayaan (enrichment) komitmen kebangsaan bahwa NKRI adalah pilar berbangsa dan bernegara yang sudah final. Sehingga diharapkan pihak-pihak yang sudah mengikuti program-program KTN selain tampil sebagai seorang wirausaha yang andal dan mencintai NKRI juga akan menjadi duta untuk mengajak kembali kolega dan kelompok yang terindikasi mengikuti paham-paham terorisme dan anti-NKRI untuk hidup harmonis dan berkarya produktif di tengah-tengah masyarakat.
Kawasan Tematik
Dalam implementasi pembangunan KTN akan dibangun model pengelolaan kawasan tematik. Artinya pembangunan kawasan KTN akan bertumpu pada potensi sumber daya lokal dan menjadi solusi (problem solver) dalam mewujudkan kemandirian ekonomi bangsa. Konsep atau model design setiap KTN akan mencerminkan pengembangan produk spesifik yang akan menjadi produk untuk substitusi impor dan/atau produk potensial lainnya. Hal ini sejalan dengan spirit pemerintah untuk mengakselerasi implementasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dalam upaya membangun kemandirian dan daya tahan industri nasional.
Sebagai ilustrasi akan dibangun KTN berbasis kemandirian obat dan jamu. Hadirnya narasi ini tidak terlepas dari kegusaran dan keinginan kolektif bangsa ini akan tumbuh dan berkembangnya industri obat yang nir atau paling tidak sedikit kandungan impornya. Seperti kita ketahui saat ini kandungan impor untuk bahan baku obat (BBO) hampir 90% impor. Kondisi ini sungguh tidak baik bagi proses kedaulatan ekonomi suatu bangsa. Bagaimana tidak, jika terjadi perubahan peta geopolitik yang tidak menguntungkan bisa dibayangkan bagaimana bangsa ini bisa survive di bidang farmasi kalau BBO-nya 90% tergantung kepada negara lain.
Kondisi lainnya tidaklah mengerikan di bidang pangan. Gandum, daging, susu, kedelai, jagung bahkan garam kita masih sangat tinggi ketergantungan akan impornya. Sebagai misal, KTN akan hadir dengan pengembangan tanaman umbi-umbian yang akan men-support pengembangan starch (pati) untuk kebutuhan salah satu komponen dari bahan baku obat. Indonesia memiliki luas hutan yang cukup signifikan bagi pengembangan umbi-umbian sebagai sumber starch bagi kebutuhan pangan dan farmasi. Kita punya ganyong, arrowroots, porang, talas-talasan, sagu, dan masih banyak lagi sumber starch yang potensial untuk kebutuhan farmasi.
Tapi juga kita jangan mengembangkan umbi yang sudah eksisting yang nantinya akan bersaing dengan kebutuhan industri yang sudah berjalan. Kita jangan mengganggu singkong, ubi jalar, dan umbi lainnya yang notabene saat ini sudah menjadi bahan baku bagi industri pangan nasional. Jangan sampai mengulangi case yang sama dengan CPO dari sawit. Ketika ide brilian pengembangan bahan bakar biodiesel diambil dari CPO, maka akan bersaing dengan industri minyak goreng dan oleochemical industry lainnya. Hal yang sama terjadi di AS dan Eropa; ketika bahan bakar bioethanol diambil dari jagung, maka akan bersaing dengan industri pangan yang menggunakan bahan baku yang sama.
Indonesia kaya akan sumber umbi yang dapat tumbuh subur di lantai hutan dengan konsep budidaya agroforestry. Sehingga manakala kita mengembangkan sumber umbi arrowroots misalnya, maka budi daya tanaman tersebut tidak akan berkompetisi dengan lahan pertanian yang biasa dipakai untuk budidaya ubi jalar dan ubi kayu. Karena arrowroots dapat tumbuh di lahan hutan yang rimbun dengan intensitas matahari 60%. Kondisi ini tidak cocok untuk budidaya singkong dan ubi jalar yang perlu intensitas matahari full tanpa naungan pohon.
Maka hadirnya KTN tematik dengan kluster pangan, farmasi, biofuel, wisata, dan bahari akan menjadi model pengembangan ekonomi kawasan untuk menghasilkan produk-produk substitusi impor dan komoditas potensial lainnya. Selain akan menjadi solusi nasional dalam membangun kedaulatan pangan, juga para peserta diklat di dalam KTN akan mendapatkan ilmu baru dan terbukanya lapangan kerja baru diluar kondisi industri yang sudah berjalan.
Tinggal bagaimana mempercepat proses sinergisi dengan BUMN, swasta, dan K/L bisa ditautkan secara cepat, efektif ,dan produktif dalam mengelola KTN. Sehingga hadinya KTN bisa menjadi jawaban dalam akselerasi pembangunan ekonomi nasional pascapandemi, sekaligus sebagai inovasi BNPT dalam program penanggulangan terorisme melalui pendekatan kesejahteraan.
Embrio Industrialisasi Pedesaan
Karena KTN akan lahir dan tumbuh di dalam kawasan hutan, dengan tema utama kegiatannya adalah berkembangnya kawasan tersebut sebagai salah satu mata rantai suplai bahan baku atau setengah jadi bagi pemenuhan suatu industry (pangan/energy/farmasi), maka desaign kawasan akan terintegrasi dengan potensi kawasan dsekitarnya. Integrasi pengembangan KTN dengan kebijakan kawasan daerah (kabupaten) akan menjadi hal krusial bagi tumbuh dan berkembannya agroindustri berbasis pedesaan dalam bingkai KTN.
Pembentukan kluster budidaya tanaman tertentu sampai ke unit pengolahan produk setengah jadi (integrated) akan menjadi visi dalam pembangunan kawasan terpadu Nusantara. Selain itu grand design kawasan yang selaras dengan pengembangan ecotourism akan menjadi daya tarik bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan wisata alam berbasis KTN. Sehingga KTN akan hadir dan tumbuh sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dalam suatu kawasan yang akan menopang visi wisata daerah tersebut.
Peserta diklat pada KTN selain mengkuti kegiatan in house training juga akan langsung bekerja (on the job training) pada demplot atau area budi daya atau industri yang berada dalam KTN tersebut. Sehingga peserta bisa mendapatkan ilmu dan keterampilan yang applicable juga akan turut mempercepat terwujudnya kemandirian lembaga pengelola dalam mengembangkan KTN secara berkesinambungan. Melalui skema tersebut, KTN akan hadir sebagai solusi menanggulangi permasalahan kemiskinan, pengangguran, dan memicu tumbuhnya industrialisasi di tingkat pedesaan yang akan menjadi tameng penahan derasnya arus urbanisasi penduduk desa ke perkotaan.
Ekosistem
Ketika KTN bisa mandiri dan sustainable dalam berkegiatan, maka pengembangan ditempat lain akan lebih ringan dan cepat. Kelembagaan KTN mutlak harus dibangun secara profesional oleh BNPT, sehingga KTN bisa lebih lincah dan fleksibel ketika melakukan kerja sama dengan para pihak. Khusus untuk lahan yang akan digunakan KTN saat ini pemerintah tengah gencar melakukan program perhutanan sosial maupun penertiban aset lahan K/L yang underutilize. Maka melalui pendekatan sinergitas, Lembaga Pengelola KTN akan lebih mudah dan cepat dalam melakukan kerja sama.
Melalui model sinergitas, semua K/L wajib mendukung untuk pengembangan KTN. Sebagai contoh lembaga pembiayaan non bank seperti Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup bisa mendukung dan berperan agar alumni KTN maupun dalam pengembangan KTN bisa memperoleh akses pembiayaan di sektor agroforestry dan aplikasi teknologi yang ramah lingkungan. Ada juga LPMUKP di Kementerian KKP bisa mendukung pembiayaan untuk budi daya dan pengolahan perikanan. Termasuk PT PNM melalui program-program modal ventura maupun skema pembiayaan untuk usaha ultra mikro.
Selain itu untuk teknologi provider, peran BRIN maupun kampus bisa hadir untuk mengaplikasikan dan diseminasi teknologi tepat guna bagi usaha-usaha yang akan dikembangkan alumni KTN. Hadinya teknologi akan menjadi lompatan bagi alumni KTN dalam mengelola bisnis agar mampu bersaing dan tumbuh. Melalui aplikasi dan diseminasi teknologi, produk yang akan dihasilkan akan sesuai standar, efisien, dan memenuhi kebutuhan user/konsumen.
Selain itu dukungan pemda baik provinsi maupun kabupaten akan menjadi tambahan amunisi untuk akselerasi implementasi KTN. Adanya KTN di suatu daerah akan didapat manfaat nyata terkait program-program deradikalisasi dan harmonisasi antarkelompok di tengah masyarakat. KTN dapat berfungsi sebagai ruang kumpul bersama untuk seluruh kelompok dengan tidak membedakan SARA. Dengan fokus utama pada kegiatan silaturahmi kebangsaan sehingga KTN akan menjadi daya rekat sosial yang tinggi dalam menengahi konflik sosial maupun mediasi-mediasi konflik yang terjadi di tengah masyarakat.
Masa Depan
Benih yang sudah ditabur bernama KTN harus tumbuh dan berkembang menjadi model preventif bagi paya penanggulangan bahaya terorisme di Indonesia. Embrio ini harus tumbuh, besar, dan kuat dalam memberikan manfaat yang langgeng dan produktif. Untuk itu fase berikutnya yang harus dipikirkan adalah model kelembagaan KTN. Karena fungsi dan peran KTN adalah sebagai wahana bagi semua pihak khususnya terkait upaya penanggulangan terorisme melalui soft approach untuk melakukan pendidikan dan pelatihan. Maka model kelembagaan yang mendekati adalah pembentukan lembaga pengelola atau Badan Layanan Umum (BLU) di bawah BNPT yang dikelola oleh para profesional.
Dengan pendekatan Lembaga Pengelola BLU, maka upaya-upaya pengelolaan, kerja sama dan pengembangan kegiatan termasuk penataan SDM bisa dilakukan secara mandiri dan profesional. Ciri khas KTN adalah peserta diklat ada komponen mantan napiter dan masyarakat yang rawan atau sudah terpapar paham-paham yang menyimpang dari ideologi yang sudah disepakati NKRI. Sehingga dengan adanya kekhasan pendekatan ini materi atau modul edukasi terkait wawasan kebangsaan, mental healing maupun kegiatan lainnya akan menyertai konten lainnya terkait life skill yang akan diajarkan dalam program penciptaan wirausaha baru.
Dengan adanya konten yang spesifik tersebut program-program diklat di dalam KTN harus dilakukan dengan manajemen atau lembaga yang terstruktur dan sistematis. Materi edukasi yang khas ditambah dengan pengayaan konten life skill terkait pelatihan-pelatihan praktis usaha produktif diharapkan KTN akan mencetak wirausaha merah putih. Selain itu kegiatan monitoring pascadiklat KTN akan terus dilakukan untuk memastikan bahwa para alumni tetap bekerja produktif dan menjadi duta anti-terorisme di tengah masyarakat.
Ali Rahman Tenaga Ahli Sinergisitas BNPT
(mmu/mmu)