Bankterkini.com – Pasar keuangan Indonesia kembali menunjukkan pergerakan bervariasi pada penutupan perdagangan Selasa (16/9/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melanjutkan penguatan, sementara rupiah tertekan dan Surat Berharga Negara (SBN) tetap menjadi incaran investor. Kondisi ini mencerminkan dinamika sentimen global dan domestik yang tengah memengaruhi arah pasar.
IHSG ditutup naik 0,26% ke level 7.957,69. Aktivitas transaksi mencapai Rp16,03 triliun dengan volume perdagangan 44,45 miliar saham yang berpindah tangan dalam 2,19 juta kali transaksi. Sebanyak 330 saham menguat, 320 melemah, dan 152 stagnan. Dari sisi investor asing, tercatat aksi jual bersih sebesar Rp374,5 miliar di seluruh pasar.
Penguatan IHSG ditopang enam dari sebelas sektor yang berhasil masuk zona hijau. Sektor teknologi memimpin dengan lonjakan 2,45%, diikuti sektor consumer non cyclical yang naik 2,24%, serta kesehatan 1,52%. Sementara itu, pelemahan terjadi pada sektor consumer cyclical yang turun 0,77%, sektor keuangan 0,55%, dan sektor utilitas 0,43%.
Dari sisi emiten, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) menjadi kontributor terbesar penguatan indeks dengan tambahan 17,25 poin. Disusul oleh PT Multipolar Technology Tbk (MLPT) dengan 8,01 poin dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) sebesar 4,56 poin. Sebaliknya, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menahan kenaikan dengan bobot negatif 7,14 poin, diikuti PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) sebesar 4,8 poin.
Perbankan milik negara yang baru menerima suntikan likuiditas dari pemerintah justru mengalami tekanan. Saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) terkoreksi paling dalam sebesar 3,24%. Selanjutnya, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) turun 1,49%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) 1,10%, serta PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang masing-masing melemah 0,90% dan 0,24%.
Di pasar mata uang, rupiah berakhir terdepresiasi 0,18% ke posisi Rp16.435 per dolar AS. Padahal, sejak awal sesi hingga menjelang penutupan, rupiah sempat bergerak positif bahkan sempat menyentuh Rp16.358 per dolar AS. Namun, koreksi tajam terjadi menjelang akhir perdagangan.
Pelemahan rupiah ini tidak sejalan dengan pergerakan indeks dolar AS (DXY) yang justru melemah. Tekanan terhadap dolar AS terjadi karena meningkatnya keyakinan bahwa bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), akan menurunkan suku bunga acuannya dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang berlangsung 16–17 September 2025.
Presiden AS Donald Trump kembali mendesak The Fed memangkas suku bunga lebih agresif dengan alasan perlambatan sektor perumahan. Selain itu, melemahnya data ketenagakerjaan dalam beberapa pekan terakhir semakin memperkuat spekulasi adanya pelonggaran kebijakan moneter.
Dari sisi domestik, pasar menanti hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang akan diumumkan hari ini, Rabu (17/9/2025). Keputusan tersebut diperkirakan menjadi faktor utama pergerakan rupiah dan IHSG sepanjang perdagangan.
Sementara itu, pasar obligasi menunjukkan penguatan. Yield SBN tenor 10 tahun turun 0,05% ke level 6,332%. Penurunan yield mencerminkan peningkatan minat beli investor terhadap instrumen utang pemerintah.
Dengan kombinasi faktor eksternal dan internal, pergerakan pasar keuangan Indonesia hari ini diperkirakan masih akan berlangsung fluktuatif. Pelaku pasar akan mencermati keputusan The Fed di AS dan kebijakan Bank Indonesia sebagai penentu arah jangka pendek.







