Bankterkini.com – Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Mukhamad Misbakhun mengungkapkan bahwa realisasi penerimaan pajak hingga April 2025 hanya mencapai Rp451,1 triliun. Angka tersebut tercatat turun tajam sebesar 27,73 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Selain itu, penerimaan pajak bruto yang terkumpul per April 2025 berjumlah Rp627,54 triliun. Dibandingkan dengan capaian pada April tahun lalu, angka ini mengalami kontraksi sebesar 14,6 persen secara tahunan. Di sisi lain, restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak tercatat meningkat pesat, mencapai Rp176,43 triliun atau tumbuh 59,47 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Data tersebut disampaikan Misbakhun dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, pada Rabu (7/5/2025). Dalam forum tersebut, Misbakhun meminta konfirmasi dari pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengenai kesesuaian data yang ia miliki dengan laporan internal DJP.
“Silakan Bapak [Suryo] cek, apakah data yang saya sebutkan sesuai dengan yang ada di kantor Bapak. Tapi tidak perlu ditanya saya dapat dari mana,” kata Misbakhun dalam rapat.
Hingga saat ini, Kementerian Keuangan belum secara resmi merilis data penerimaan pajak untuk April 2025. Paparan terakhir disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers kinerja APBN pada 30 April 2025, yang hanya mencakup realisasi hingga akhir Maret 2025.
Dalam forum yang sama, Suryo menyampaikan bahwa penerimaan pajak hingga 31 Maret 2025 telah mencapai Rp400,1 triliun atau setara dengan 16,1 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Angka ini meningkat dari realisasi sebelumnya sebesar Rp240,4 triliun pada akhir Februari 2025.
Namun, Misbakhun mempertanyakan efektivitas sistem Coretax yang digunakan DJP. Ia menilai bahwa sistem tersebut seharusnya mampu menampilkan data penerimaan pajak secara real time.
“Dengan sistem Coretax yang Bapak miliki, semestinya data harian bisa langsung diketahui. Kalau masih butuh waktu lama untuk kompilasi, lalu fungsinya apa?” tegas Misbakhun.
Ia juga menyoroti adanya dua tekanan utama dalam penerimaan negara. Pertama, penurunan tajam dalam penerimaan pajak. Kedua, peningkatan signifikan dalam restitusi pajak yang membebani kas negara.
Meski kritik disampaikan, Misbakhun menegaskan bahwa forum RDP merupakan ruang kolaboratif. Ia menyatakan bahwa pihaknya tidak sedang memberikan tekanan kepada DJP, melainkan membuka ruang bagi dukungan politik untuk memperkuat rasio penerimaan pajak nasional.
“Partai saya, Golkar, mendukung pemerintah. Pak Hekal dari Gerindra juga pendukung penuh pemerintah. Jadi mari kita cari solusi terbaik untuk bangsa ini,” ujarnya.
Situasi ini memperlihatkan tantangan fiskal yang tengah dihadapi pemerintah, terutama dalam menjaga stabilitas penerimaan negara di tengah ketidakpastian ekonomi global. Evaluasi terhadap kinerja penerimaan serta transparansi data menjadi perhatian utama untuk mengantisipasi potensi pelebaran defisit anggaran.