Hati-hati dalam menjaga SHM, termasuk oleh anak sendiri. Sebab ada saja anak yang menggunakan SHM itu tanpa seizin orang tua sehingga beralih kepemilikan. Lalu apa solusinya?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik’s Advocate yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com Berikut pertanyaan lengkapnya:
Yth: Pimpinan redaksi detikcom
Salam sejahtera.
Perkenalkan nama saya Y
Alamat di Tanjung Jabung Barat, Jambi. Nomor Hp 0852172xxxxx.
Mohon bantuan kepada Bapak, kiranya dapat memberikan petunjuk dengan masalah yang kami alami. Adapun kronologinya adalah sebagai berikut:
1. Adalah seorang Ibu bernama Lisa (kakak kandung saya sendiri yang sudah berusia 73 tahun)
2. Ibu Lisa mempunyai 2 orang putra. Keduanya sudah meninggal dunia. Salah satunya bernama Ali dan sudah meninggal dunia pada tahun 2020 dalam usia 49 tahun.
3. Ibu Lisa memiliki satu buah ruko 3 lantai dengan 2 sertifikat dalam satu bangunan yang sama.
4. Kedua sertifikat tersebut adalah atas nama Ibu Lisa.
5. Ali mengambil salah satu sertifikat asli tersebut tanpa sepengetahuan Ibu Lisa lalu menjaminkan kepada orang pribadi untuk meminjam uang dengan bunga yang sudah disepakati.
6. Satu sertifikat lagi yang asli masih ada di Ibu Lisa.
7. Karena pembayaran angsuran berikut bunga yang tidak mampu dibayar oleh Ali kepada pihak yang meminjam, maka oleh pihak yang meminjam secara diam-diam melakukan pembalikan nama sertifikat atas nama Lisa kepada karyawan toko si peminjam atas nama HB.
8. Ibu Lisa tidak pernah menandatangani surat apapun, termasuk surat jual beli dan balik nama.
9. Oleh pihak peminjam setelah disertifikatkan atas nama HB maka sertifikat tersebut digadaikan ke bank.
10. Ruko tersebut sudah berubah nama atas nama HB.
11. Hal ini diketahui setelah pihak bank melakukan sita atas ruko tersebut
12. Pada saat itu pihak HB cs mendatangi Ibu Lisa dan meminta Ibu Lisa menandatangani sebuah surat.
13. Karena Ibu Lisa ini bukan orang yang berpendidikan maka Ibu Lisa tidak mau menandatangani.
14. Oleh saya sebagai Adik kandung dari Ibu Lisa memohon kepada pihak (Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melakukan pengukuran atas ruko tersebut.
15. Hasil yang dikeluarkan oleh BPN bahwa benar bahwa bangunan tersebut salah satunya atas nama Lisa dan satunya lagi sudah beralih ke atas nama HB.
16. Saat ini ruko tersebut sudah dilelang dan ditempati atas nama AB.
17. Ibu Lisa berkali kali mendatangi AB untuk meminta haknya atas ruko tersebut dan AB mengetahui bahwa ruko tersebut ada dua sertifikat
18. AB selalu anggota Dewan selalu menjanjikan akan mengganti. Namun Ibu Lisa belum pernah menerima atau pun mendapatkan apa apa dari AB.
Mohon kiranya Bapak dapat membantu kakak kami Ibu Lisa dalam hal ini kasihan ibu ini sudah tua. Kedua anaknya meninggal dalam usia muda. Namun orang lain masih memanfaatkan ketidakberdayaan Ibu Lisa.
Ibu Lisa tahu pihak peminjam adalah orang kuat, orang yang berpengaruh di bank, di kepolisan, di kejaksaan dan di pengadilan.
Untuk itu saya memohon dengan sangat kira Bapak bisa membantu kami secara langsung dalam mendapatkan hak Ibu Lisa.
Terima kasih Bapak.
Semoga Hati Bapak tergerak untuk membantu Ibu Lisa.
Terima kasih Bapak atas waktu yang Bapak berikan
JAWABAN:
Sebelumnya, kami akan coba menjawab secara singkat dalam tataran normatifnya. Sebagaimana diketahui peralihan hak atas tanah adalah berpindahnya hak atas tanah dari pemegang hak yang lama kepada pemegang hak yang baru menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Terdapat 2 (dua) cara peralihan hak atas tanah, yaitu beralih dan dialihkan. Beralih menunjukkan berpindahnya hak atas tanah tanpa ada perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemiliknya, misalnya melalui pewarisan. Sedangkan dialihkan menunjuk pada berpindahnya hak atas tanah melalui perbuatan hukum yang dilakukan pemiliknya, misalnya melalui jual beli.
Di Indonesia sendiri, peralihan hak atas tanah didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah (PP No. 10 Tahun 1961) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (PP No. 24 Tahun 1997).
Dalam Pasal 37 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa:
Pemindahan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam peralihan hak atas tanah dapat dilakukan dengan cara pemindahan hak seperti jual-beli, tukar menukar, hibah, lelang, pewarisan, peralihan hak karena penggabungan atau peleburan dan pemindahan hak lainnya.
Berikut penjelasan dalam peralihan hak atas tanah:
Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Pewarisan
Pewarisan adalah tindakan pemindahan hak milik atas benda dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang lain yang ditunjuknya dan/atau ditunjuk pengadilan sebagai ahli waris. Setelah berlakunya PP No. 24 Tahun 1997, maka keterangan mengenai kewajiban mendaftarkan peralihan hak milik atas tanah karena pewarisan diatur dalam Pasal 36 PP No. 24 Tahun 1997 dinyatakan bahwa:
a. Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar.
b. Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kantor Pertanahan.