Bankterkini.com – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mencetak rekor penutupan tertinggi sepanjang masa di tengah berlangsungnya aksi demonstrasi buruh yang mewarnai aktivitas ekonomi nasional. Meski kondisi jalanan di sejumlah titik ibu kota mengalami gangguan akibat massa aksi, laju pasar modal tetap bergerak positif dan menjadi sorotan investor, khususnya asing.
Pada penutupan perdagangan Kamis (28/8/2025), IHSG menguat 0,20 persen atau naik 15,9 poin ke posisi 7.952,09. Angka tersebut sekaligus menjadi rekor baru, mengalahkan capaian pekan sebelumnya. Bahkan pada sesi pertama perdagangan, indeks sempat menembus level psikologis 8.000 dan menyentuh titik intraday 8.022,76.
Pergerakan ini menunjukkan bahwa dinamika di lapangan, termasuk demonstrasi buruh yang menuntut perbaikan kesejahteraan, tidak serta-merta mempengaruhi kepercayaan pelaku pasar. Sebaliknya, arus dana asing masih deras masuk ke saham-saham unggulan, terutama di sektor perbankan.
Tercatat, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mendapat aliran dana asing sebesar Rp 145,5 miliar. Disusul PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan net buy Rp 97,9 miliar dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) Rp 22,7 miliar. Meskipun demikian, sejak awal pekan, asing juga sempat melepas saham BBCA dengan total net sell mencapai Rp 1,69 triliun.
Di luar perbankan, minat investor juga mengarah ke saham komoditas dan energi. PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), yang baru bergabung dalam indeks MSCI, mencatat net buy Rp 62,3 miliar. Sementara PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) membukukan pembelian asing senilai Rp 22,8 miliar.
Secara keseluruhan, terdapat 377 saham yang naik, 288 melemah, dan 140 stagnan. Nilai transaksi mencapai Rp 16,63 triliun dengan total 44,48 miliar saham berpindah tangan dalam 2,08 juta kali transaksi. Angka ini menandakan geliat pasar modal tetap terjaga meski situasi sosial di luar bursa cukup dinamis.
Bagi masyarakat luas, kondisi ini memberikan dua dampak berbeda. Di satu sisi, pencapaian IHSG memperlihatkan optimisme investor terhadap prospek perekonomian Indonesia. Sektor perbankan yang menjadi tulang punggung pembiayaan nasional dipandang mampu menopang stabilitas. Namun di sisi lain, aksi buruh yang berlangsung serentak menyoroti adanya jurang kepentingan antara pelaku pasar dan pekerja yang masih menuntut keadilan upah serta jaminan kesejahteraan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa penguatan pasar modal tidak selalu sejalan dengan realitas yang dirasakan masyarakat pekerja. Ketika IHSG menembus rekor, sebagian buruh justru masih berjuang agar suara mereka mendapat perhatian. Kontras inilah yang memunculkan pertanyaan mengenai seberapa inklusif pertumbuhan ekonomi saat ini.
Ke depan, konsistensi kinerja IHSG akan diuji oleh stabilitas politik dan sosial. Investor tentu menginginkan iklim usaha yang kondusif, sementara buruh berharap tuntutan mereka bisa diakomodasi lewat demonstrasi tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, keseimbangan antara kepentingan pasar dan kebutuhan rakyat pekerja akan menjadi kunci utama dalam menjaga momentum positif pasar modal.







