Bankterkini.com – Industri perbankan kini tengah menghadapi transformasi besar-besaran dengan hadirnya teknologi kecerdasan buatan (AI). Daya tarik teknologi ini tidak hanya menjanjikan efisiensi operasional, tetapi juga mendorong potensi profitabilitas yang signifikan. Menurut sebuah model yang dianalisis, AI dapat memberikan keuntungan secara global sebesar US$170 miliar, yang setara dengan Rp2.652 triliun, dalam beberapa tahun mendatang. Namun, di balik potensi keuntungan tersebut, muncul permasalahan yang tidak kalah penting: pemutusan hubungan kerja (PHK) massal akibat penggantian fungsi manusia dengan teknologi.
Laporan terbaru dari Citi Global Perspectives and Solutions (Citi GPS) menunjukkan bahwa sektor perbankan memiliki proporsi tertinggi dari pekerjaan yang berpotensi tergantikan oleh AI, mencapai 54%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan industri lain seperti asuransi dan energi. Fenomena ini telah mulai terlihat di bank-bank Eropa yang mulai mengurangi jumlah staf mereka dengan memanfaatkan perangkat AI.
Salah satu contoh nyata dari dampak teknologi ini adalah pengumuman BPER Banca SpA, bank asal Italia. Dalam pernyataan resmi, BPER mengumumkan rencana untuk memangkas 2.000 karyawan dalam waktu dekat. “Optimalisasi dan otomatisasi proses yang diaktifkan oleh AI atau Generatif AI” dijelaskan sebagai alasan utama di balik pemangkasan tersebut, yang diproyeksikan dapat mengurangi jumlah staf hingga 10% hingga tahun 2027, yang berarti sekitar 18.500 orang akan tetap bekerja.
Rencana pemangkasan 10% staf di BPER merupakan salah satu pengumuman pertama dalam konteks pengurangan tenaga kerja yang terkait dengan AI. “PHK akan dilakukan melalui keluarnya karyawan secara sukarela yang telah disepakati dan pergantian secara alami,” ungkap perusahaan tersebut pada hari Kamis waktu setempat. Selain itu, BPER juga berupaya untuk mengalihkan penjualan dari cabang fisik ke saluran digital, yang diharapkan akan berkontribusi dalam pengurangan jumlah karyawan.
Walau terdapat rencana pemangkasan, BPER menyatakan bahwa proyeksi pengurangan tenaga kerja tersebut akan diimbangi dengan perekrutan di area strategis. Hingga tahun 2027, bank ini berencana untuk merekrut 1.100 karyawan baru, terutama dalam bidang IT, guna menyeimbangkan rencana PHK yang mencakup sekitar 3.100 karyawan.
Generatif AI berfungsi untuk menjalankan tugas-tugas repetitif, terutama dalam fungsi back office di dunia perbankan. “Ini akan meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya,” ungkap BPER Banca. Di sisi lain, UBS Group AG telah mengembangkan alat AI yang mampu membantu klien dalam menawarkan potensi transaksi merger dan akuisisi (M&A), dengan kemampuan untuk menganalisis lebih dari 300.000 perusahaan dalam waktu kurang dari setengah menit.
Baca juga: Ekonom Senior Faisal Basri Wafat di Usia 65 Tahun
Di tempat lain, Deutsche Bank AG juga menggunakan teknologi AI untuk memindai portofolio klien kaya, sementara ING Groep NV menyaring nasabah yang berpotensi gagal bayar. JPMorgan Chase & Co, yang terus merekrut talenta baru, mengungkapkan keyakinan CEO Jamie Dimon bahwa teknologi AI akan memungkinkan perusahaan mengurangi hari kerja karyawan menjadi 3,5 hari.
Perubahan yang dibawa oleh AI dalam tenaga kerja di sektor perbankan ini menimbulkan tantangan baru dalam hal perekrutan. Implementasi teknologi ini membutuhkan keahlian yang tidak selalu dimiliki oleh karyawan yang ada saat ini. Misalnya, bank asal Belanda, ING, baru-baru ini merekrut James Robinson, seorang ahli dengan gelar PhD di bidang pembelajaran mesin, untuk mengembangkan teknologi perdagangan valas.
CaixaBank, bank dari Spanyol, berencana membentuk tim yang terdiri dari ratusan pakar kecerdasan buatan dan IT. Mereka mempersiapkan teknologi ini sebagai pilar strategi baru, yang dijadwalkan untuk dipresentasikan bulan depan. Dengan langkah-langkah ini, dapat disimpulkan bahwa meskipun teknologi AI menawarkan potensi keuntungan yang signifikan, tantangan dalam pengelolaan sumber daya manusia tetap menjadi isu yang harus dihadapi oleh industri perbankan.
Sumber: Bloomberg Technoz.