Bankterkini.com – Harga emas global terus mencatatkan tren penguatan hingga mendekati level tertinggi dalam dua pekan terakhir. Pergerakan ini terjadi di tengah sorotan pelaku pasar terhadap dinamika kebijakan moneter Amerika Serikat (AS), termasuk penunjukan pejabat baru di The Federal Reserve (The Fed), serta pelemahan dolar AS selama beberapa hari terakhir.
Pada penutupan perdagangan Selasa (5/8/2025), harga emas naik 0,24% ke posisi US$3.380,73 per troy ons. Kenaikan ini menjadi hari keempat berturut-turut emas mencetak penguatan, dengan akumulasi kenaikan mencapai 3,3%. Capaian tersebut merupakan level tertinggi sejak 27 Juli 2025.
Sementara itu, pada perdagangan Rabu pagi (6/8/2025) hingga pukul 06.40 WIB, harga emas di pasar spot kembali menguat tipis sebesar 0,02% menjadi US$3.381,79 per troy ons. Meskipun kenaikannya terbatas, tren positif masih berlanjut.
Pendorong utama reli harga emas saat ini adalah meningkatnya ekspektasi pasar terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan oleh The Fed. Hal ini menyusul data ketenagakerjaan bulan Juni yang di luar dugaan menunjukkan pelemahan, serta tindakan Presiden AS Donald Trump yang memecat kepala Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS) akhir pekan lalu.
Langkah Trump tersebut disusul oleh pernyataan bahwa ia akan segera mengumumkan nama pengganti sementara untuk Gubernur The Fed Adriana Kugler yang baru saja mengundurkan diri. Selain itu, Trump juga dikabarkan akan menentukan pilihan untuk Ketua The Fed berikutnya dalam waktu dekat.
Emas global naik menambah ketidakpastian di pasar, yang justru menguntungkan posisi emas sebagai aset lindung nilai. Dalam situasi global yang tidak stabil, logam mulia tersebut kerap menjadi pilihan utama investor karena dianggap lebih aman.
Faktor lainnya yang memperkuat harga emas adalah melemahnya dolar AS. Indeks dolar (DXY) tercatat turun selama tiga hari berturut-turut dan pada Selasa kemarin berada di level 98,78, menembus di bawah batas psikologis 100. Dolar yang lebih lemah membuat harga emas menjadi lebih murah bagi investor yang memegang mata uang lain.
Kondisi ini memperkuat persepsi bahwa dolar mulai kehilangan fungsinya sebagai penyimpan nilai, terutama di tengah berbagai gejolak kebijakan pemerintah AS. Di sisi lain, emas justru mendapatkan momentum positif dalam iklim suku bunga rendah karena tidak memberikan imbal hasil bunga, sehingga lebih menarik saat imbal hasil aset lainnya menurun.
Dengan ekspektasi pasar terhadap dua kali pemangkasan suku bunga hingga akhir tahun ini, harga emas diprediksi masih memiliki ruang untuk melanjutkan penguatan.
Kondisi ini menjadi perhatian penting bagi para pelaku pasar, termasuk investor ritel dan institusi, yang kini tengah menimbang strategi alokasi portofolio di tengah ketidakpastian arah kebijakan moneter AS.