Denpasar –
Rektor nonaktif Universitas Udayana (Unud)I Nyoman Gde Antara didakwa sengaja mengendapkan dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) ke rekening Unud supaya mendapat fasilitas berupa mobil dari bank dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar. Hotman Paris, selaku tim pengacara Antara, mengatakan fasilitas mobil itu hanya upaya pemasaran atau marketing dari bank.
“Uang saya banyak. Deposito di tiga bank. Nah, itu adalah aspek marketing dari bank. Semua bank melakukan itu. Bukan perkara korupsi itu. Dan itu sah semua bank swasta maupun BUMN memberikan hadiah kepada pemegang deposito. Ya, Udayana (Unud),” kata Hotman di PN Tipikor Denpasar, Selasa (24/10/2023).
Berbeda, Jaksa penuntut umum Agus Eko mengungkap fakta di persidangan melalui dakwaannya. Agus mengungkap bagaimana Antara mengakali pungutan SPI dari ribuan calon mahasiswa hingga mendapat belasan mobil dari bank.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, Agus mengatakan Antara memungut SPI dengan besaran yang sudah diatur atau ditentukan sebelumnya. Sehingga mahasiswa terpaksa membayar SPI uang sudah ditentukan ketika dinyatakan lulus.
“Calon mahasiswa mengunggah dan wajib mengisi SPI yang minimal (nilainya) sudah tercantum. Tidak ada opsi untuk calon mahasiswa yang tidak mengisi kolom sumbangan,” kata Agus
“Kalau calon mahasiswa tidak mengisi (uang SPI) di kolom sumbangan maka tidak lulus. Pembayaran syarat mutlak untuk daftar ulang. Kalau tidak bayar SPI maka tidak jadi mahasiswa Unud dan kelulusannya dibatalkan,” imbuh Agus.
Ada juga beberapa program studi yang seharusnya tidak ada pungutan uang sumbangan apapun, malah dimasukkan juga ke dalam kategori SPI. Alhasil, uang SPI terkumpul hingga sekira Rp 274,57 miliar dari seleksi penerimaan mahasiswa baru Unud mulai tahun angkatan 2018/2019 hingga 2021/2022.
Pada tahun angkatan 2018/2019 semua uang hasil SPI dari calon mahasiswa ditampung di satu rekening Bank Mandiri sebagai uang Unud sebagai kampus yang berstatus Badan Layanan Umum (BLU). Namun pada tahun angkatan 2020/2021, Antara didakwa telah membuka rekening lain di BTN, BNI, BRI, BPD Bali, dan juga Mandiri.
Uang yang didepositokan di lima bank itu isinya bukan hanya SPI. Tapi ada juga uang Unud dengan status Pemasukan Negara Bukan Pajak (PNBP). Untuk diketahui, jaksa menilai bahwa uang pungutan dari SPI sejatinya bukan merupakan PNBP.
Nah, dengan tercampurnya uang SPI dan PNBP, maka deposito atau simpanan uang di rekening lima bank tersebut menjadi gendut alias lebih banyak. Bank seperti BNI, BPD Bali, dan BTN memberikan semacam hadiah hiburan berupa barang mahal bagi nasabah dengan tabungan atau endapan saldo yang tinggi.
“Bahwa perbuatan terdakwa (Antara) telah membuat penambahan PNBP Unud. Yang pengelolaannya di antaranya diendapkan di rekening bank sehingga mendapatkan fasilitas dari bank,” ungkapnya.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana (Unud) I Putu Bagus Padmanegara mengatakan bahwa SPI sejatinya hanya digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana kampus. Menjadi sebuah kerugian apabila uang SPI digabungkan ke dalam dana operasional Unud yang lain.
“Nah, tadi di persidangan, fakta bahwa ada uang yang diendapkan. Seharusnya bisa untuk pembangunan (sarana dan prasarana di Unud). Tapi, ya ini buruknya kalau punya rektor mental pebisnis, bukan mental pendidik,” kata Padmanegara.
Dia menduga ada permainan atau kongkalikong antara rektornya dengan pihak bank. Sehingga, uang SPI yang seharusnya untuk pembangunan sarana dan prasarana di kampus, malah dinikmati oleh pejabat dan keluarganya.
“Saya harap sih (SPI) itu (dinikmati) mahasiswa. Bukan pada akhirnya dinikmati penguasa (petinggi kampus). Padahal di Udayana sudah banyak mobil operasional. Rektor sendiri juga punya beberapa mobil operasional seharusnya,” tuturnya.
Atas fakta tersebut, Antara dijerat dengan pasal berlapis. Antara lain Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Ancamannya mulai 4 hingga 20 tahun penjara. Majelis hakim lalu menunda sidang dengan agenda eksepsi dari pihak terdakwa hingga Selasa pekan depan (31/10/2023).
Simak Video “3 Pejabat Universitas Udayana Jadi Tersangka Korupsi Dana SPI Rp 3,8 M“
[Gambas:Video 20detik]
(nor/dpw)