Bandung –
Pegawai bank BUMN di Bandung Isya Iqbal Ibrahim yang dijadikan tersangka gegara berkata ‘iya’ tetap pada gugatannya. Dia meminta agar hakim menganulir status tersangka.
“Bahwa pada pokoknya kami tetap pada permohonan dan replik kami semula dan menolak dalil-dalil termohon kecuali secara tegas diakui kebenarannya,” ucap Teguh Moch Ramdhan dari Firma Hukum Sitepu Ramdhan&Co selaku kuasa hukum Isya saat membacakan kesimpulan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Kamis (10/2/2022).
Dalam gugatan ini Isya duduk sebagai pemohon praperadilan sedangkan termohon yaitu Polda Jawa Barat. Isya terseret dalam perkara penipuan dan penggelapan hanya gara-gara kata ‘iya’ demi membantu rekannya.
“Bahwa pada prinsipnya termohon telah mengakui dalil-dalil permohonan pemohon, sehingga dengan demikian sudah sepantasnyalah apabila permohonan pemohon dikabulkan untuk seluruhnya,” katanya.
Teguh menuturkan pengajuan gugatan praperadilan ini dilakukan kliennya karena merasa penetapan tersangka tak dilakukan secara prosedur. Terlebih ada hal-hal yang bersifat administratif dinilai tak sesuai tahapan.
“Dapat di lihat dari tindakan-tindakan yang bersifat administratif yang tidak dilakukan tahap demi tahap. Penetapan pemohon sebagai tersangka oleh termohon praperadilan tidak sesuai dengan prosedur hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP dan Perkap Nomor 6 tahun 2019 dikarenakan pemohon praperadilan tidak didahului dengan konfrontir. Penetapan pemohon sebagai tersangka oleh termohon praperadilan tidak berdasarkan pada bukti permulaan yang cukup,” tuturnya.
Sebelumnya, seorang karyawan bank BUMN di Kabupaten Bandung mengajukan praperadilan. Pemohon praperadilan bernama Isya Iqbal Ibrahim tersebut merasa statusnya sebagai tersangka tuduhan penggelapan tidak sah.
Kasus dugaan penggelapan tersebut bermula saat Isya bekerja di bank pelat merah cabang Soreang. Isya dan juga seorang rekan bisnis bernama HM menjalin kerja sama bisnis sewa menyewa kendaraan sejak tahun 2013 hingga bulan Januari 2021. HM kemudian menikah dengan suaminya YM dan kerja sama sewa menyewa mobil berhenti lantaran HM akan diberi inventaris mobil oleh suaminya.
HM kemudian mengirimkan uang kepada Isya sebesar Rp 2 juta. Namun di sisi lain, tanpa sepengetahuan kliennya, kata Teguh, HM mengatakan kepada suaminya bila sedang ada proyek pengadaan barang dan jasa di Bank BRI Unit Cilampeni terkait pengadaan souvenir.
Atas dasar itu, HM meminta atau meminjam bantuan modal kepada suaminya. Bahkan dia meminta ‘duit pemulus’ proyek untuk dibelikan jam tangan sebesar Rp 2 juta yang mana uang tersebut ternyata untuk membayar sisa tunggakan tagihan sewa kendaraan.
Demi memuluskan permintaan kepada suaminya itu, HM bahkan rela membut proposal proyek pengadaan yang diserahkan kepada suaminya itu. Hal ini membuat suami memberikan modal Rp 445 juta.
Singkat cerita, HM menghubungi kliennya dan meminta apabila suami HM mendatangi kliennya dan menanyakan perihal proyek tersebut, HM meminta agar Isya ‘mengiyakan’. Bahkan HM mengaku kepada kliennya jika uang untuk pembayaran sisa tunggakan sudah tersedia namun ayahnya jatuh sakit.
YM kemudian mendatangi kliennya dan menanyakan perihal proyek tersebut yang kemudian di-iyakan oleh Isya. Namun ucapan ‘iya’ itu justru berbuntut panjang yang mana kliennya dilaporkan oleh YM ke polisi.
Beberapa kali kliennya dipanggil penyidik untuk dimintai keterangan. Bahkan Isya membawa bukti proposal asli pengadaan barang yang dikeluarkan oleh perusahaan. Isya pun kepada penyidik membantah adanya proyek tersebut. Namun, Isya justru dijadikan tersangka dan ditahan dengan tuduhan Pasal 378 dan atau Pasal 372 dan atau Pasal 50 Jo Pasal 56 KUHP.
(dir/mso)