Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif Nurdin Abdullah mengakui duit kontraktor Rp 800 juta dibagikan kepada para sopir hingga tukang kebun merupakan idenya. Pengakuan tersebut membuat jaksa KPK menyinggung piagam Bung Hatta Award yang pernah diraih Nurdin di masa lalu.
Nurdin Abdullah hari ini diperiksa sebagai saksi dengan terdakwa eks Sekdis PUTR Sulsel Edy Rahmat di Pengadilan Tipikor Makassar, Kamis (4/11/2021). Jaksa KPK M Asri Irwan awalnya menanyakan soal Nurdin yang mengakui duit kontraktor justru dipakai buat bonus pegawai Nurdin, seperti tukang kebun, pengawal pribadi, sopir, dan lain-lain.
“Saudara meminta kepada Syamsul untuk mengusahakan bonus kepada honor, tukang taman, dan lain-lain. Yang Saudara rasa kasihan,” kata Jaksa Asri saat memeriksa keterangan Nurdin sebagai saksi.
Selanjutnya Asri menyinggung piagam Bunga Hatta Award yang pernah diraih Nurdin. Jaksa pun menanyakan mengapa Nurdin berbuat hal demikian.
“Kami mengetahui jejaknya Bapak, Saudara itu (waktu jabat) bupatinya bagus, kemudian pernah diundang KPK Saudara menjadi pembicara pada hari antikorupsi, Saudara menjadi berbicara di situ undangan yang sangat terhormat dari KPK. Benar itu ya Pak. Saudara mendapatkan Bung Hatta Award sebagai penggiat antikorupsi. Itu Saudara mendapat piagam yang sangat bagus,” kata Asri.
“Tetapi mengenai pertanyaan dari BAP 85, yang ditanyakan rekan kami saudara meminta Sari untuk PL-PL, PL penunjukan langsung Pak. Dibolehkan itu Pak kemudian saudara meminta kepada Biro ULP untuk memperhatikan teman-teman untuk penunjukan langsung, dan itu Saudara sadari bahwa akan ada bonusnya. Saudara sebagai pernah diundang KPK kemudian pernah dapat award, bagaimana itu?” lanjut Asri.
Untuk pertanyaan itu, Nurdin menjelaskan kondisi para pegawai yang tak lagi ada bonus dan biaya perjalanan.
“Jadi sebenarnya itu ide untuk mengganti, karena honor sudah tidak ada, uang jalan dipotong jauh, sehingga kasihan teman-teman yang bekerja dengan kita sehingga kita kan nggak ada salahnya, kemudian ada beberapa yang ikut saya saat sudah pensiun, saya memintakan PL-PL teman-teman ini yang kerja tapi hasilnya dibagi,” ungkap Nurdin.
Jaksa Asri langsung menyanggah jawaban Nurdin. Menurut dia, mengapa Nurdin memerintahkan eks Kepala Biro Barang dan Jasa Sari Pudjiastuti melalui Syamsul untuk mengupayakan bonus tersebut.
“Sebagai Gubernur, kalau tidak tahu, minimal patut menduga, kok Syamsul yang gajinya berapa, kemudian Sari, tidak kira-kira menerjemahkan lain, menyuruh mereka menyediakan ini?” cecar Asri.
Hakim Ikut Soroti Pengakuan Nurdin Abdullah
Ketua majelis hakim, Ibrahim Palino, ikut menyoroti pengakuan Nurdin menginisiasi agar Syamsul dan Sari Pudjiastuti untuk mengusahakan bonus ke sopir dan tukang kebun dari duit kontraktor, yang disebut Nurdin berasal dari penunjukan langsung (PL).
“Bapak kan sudah pasti tahu persis kalau dalam tingkat implementasinya itu, karena saudara mengatakan bahwa itu petugas yang sudah pensiun nanti akan mengerjakan (proyek penunjukan langsung), nah apa mereka punya kualifikasi karena ini tidak mungkin perorangan yang mengerjakan,” tanya Ibrahim.
“Pensiunan ini apa mereka mempunyainya perusahaan,” lanjut Ibrahim.
Nurdin merespons pertanyaan hakim itu dengan mengatakan bila para pensiunan biasanya akan meminjam perusahaan untuk mengerjakan proyek penunjukan langsung. Namun hakim kembali menyoroti dengan menanyakan meminjam perusahaan tidak dibenarkan.
“Pinjam perusahaan kan kalau saya tidak salah tidak dibenarkan untuk pinjam perusahaan,” tanya hakim.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Saksikan juga ‘Suasana Panas saat Rujab Nurdin Abdullah Dibongkar Paksa’: