JRS (31) dan kawan-kawan bekerja sama dengan oknum pegawai kantor cabang bank BUMN di Bandung, Jabar untuk mendapatkan uang baru Rp 5 miliar melalui transaksi penukaran. Kuasa hukum pegawai bank dan perusahaan jasa pengiriman menilai, tidak ada aturan yang dilanggar dalam kasus ini.
Oknum pegawai kantor cabang bank BUMN di Bandung tersebut berinisial RF (29), warga Jatinagor, Sumedang, Jabar. Sedangkan pegawai perusahaan jasa pengiriman uang PT TDP berjumlah 3 orang. Yaitu berinisial ZA (47), warga Cidadap, Bandung, serta BH (45) dan RAP (32), keduanya warga Coblong, Bandung.
Keempat orang tersebut berstatus saksi dalam kasus uang baru berjumlah fantastis yang ditangani Satreskrim Polres Mojokerto Kota. Mereka menggunakan pengacara yang sama di Mojokerto, yakni Rif’an Hanum.
Rif’an mengatakan, RF bekerja sama dengan JRS, pengepul besar uang baru asal Desa Kalitengah, Tanggulangin, Sidoarjo sejak 2018. Menurutnya, RF merupakan pegawai di bagian kas besar di kantor cabang bank BUMN di Bandung. Namun, ia belum menggali keterangan lebih detil terkait bagaimana RF dan JRS saling mengenal.
“Transaksi mereka dari tahun 2018, empat tahun yang lalu. Mereka sudah transaksi, tukar-tukar uang seperti itu,” kata Rif’an kepada detikJatim, Selasa (26/4/2022).
Transaksi penukaran uang antara RF dengan JRS, lanjut Rif’an, terjadi awal April 2022. Saat itu, JRS bisa menukarkan uang Rp 5 miliar sekaligus dari kantor cabang bank BUMN di Bandung karena bantuan RF. Menurutnya, transaksi penukaran uang itu sudah dibukukan di bank tersebut sehingga tidak melanggar prosedur.
“Ada laporannya (pembukuan transaksi penukaran uang Rp 5 miliar), sudah kami serahkan ke penyidik (Satreskrim Polres Mojokerto Kota),” jelasnya.
Selanjutnya, uang baru Rp 5 miliar itu diserahkan kepada perusahaan jasa pengiriman uang PT TDP yang menjadi salah satu rekanan bank tempat RF bekerja pada 6 April 2022. Dengan rincian Rp 400 juta berupa pecahan Rp 20.000, Rp 1,2 miliar pecahan Rp 10.000, Rp 2,5 miliar pecahan Rp 5000, Rp 800 juta pecahan Rp 2000, serta Rp 100 juta berupa pecahan Rp 1000.
Menurut Rif’an, PT TDP lantas mengirim uang baru itu kepada JRS dan 4 temannya di Batang, Jateng. Pengepul besar uang baru asal Sidoarjo itu membawa uang tunai berjumlah sangat besar itu untuk dijual di Jatim.
“Baik pihak bank maupun PT TDP mengakui bahwa SOP tidak ada yang dilanggar, tidak ada masalah. Pada intinya kan ini tidak ada yang dirugikan,” cetusnya.
Oleh sebab itu, Rif’an menilai tidak ada aturan yang dilanggar para kliennya. Seandainya terjadi pelanggaran prosedur dalam transaksi penukaran maupun pengiriman uang baru Rp 5 miliar tersebut, menurutnya polisi tidak berwenang menangani kasus ini.
“Logikanya pelanggaran SOP itu dilakukan oleh orang internal tersebut, diawasi oleh internal dan diberikan hukuman oleh internal juga. Kok bisa belum ada teguran dari pihak tim auditor bank atau OJK, polisi sudah menerapkan pasal 49 (2) UU Perbankan yang jelas sangatlah prematur. Seharusnya ini ditegur, dibina dan diawasi oleh si pembuat aturan yaitu BI, internal audit bank atau paling jauh OJK,” tandasnya.
JRS dan kawan-kawan membawa uang baru Rp 5 miliar ke Jatim menggunakan mobil Daihatsu Grand Max warna putih nopol D 8348 EY. Mereka menjual Rp 1,27 miliar di Nganjuk dan Jombang. Sedangkan Rp 3,73 miliar dibawa mampir ke Mojokerto.
Karena kelompok pengepul besar uang baru ini menemui seorang pembeli berinisial MS, warga Mojokerto di Jalan Raya Desa Pagerluyung, Kecamatan Gedeg, Mojokerto. Tepatnya sekitar 500 meter di sebelah timur Exit Tol Mobar pada Kamis (7/4) sekitar pukul 01.00 WIB.
Ketika itu, MS akan membeli uang baru dari JRS senilai Rp 400 juta. Ia mengendarai mobil Mitsubishi Pajero Sport warna hitam nopol S 1210 XE. Saat itulah mereka diamankan patroli Satuan Sabhara Polres Mojokerto Kota.
Kasus ini kemudian diserahkan ke Satreskrim Polres Mojokerto Kota. Sampai saat ini, polisi masih menyita uang baru Rp 3,73 miliar sebagai barang bukti. Mobil Daihatsu Grand Max milik JRS dan Mitsubishi Pajero Sport milik MS juga disita. Sedangkan 6 orang yang sempat diamankan sudah dipulangkan karena statusnya masih saksi.
Uang baru yang masih bersegel Bank Indonesia (BI) ini akan dijual JRS ke para pengepul di bawahnya yang tersebar di beberapa daerah di Jatim. Selanjutnya, para pengepul menjual ke jasa penukaran uang baru yang marak di pinggir jalan menjelang lebaran. JRS dan kawan-kawan mengaku hanya mendapatkan keuntungan 1,3 persen.
Kepada polisi, kelompok pengepul besar uang baru ini mengaku beraksi sejak 2019. JRS dan kawan-kawan beraksi setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri saat permintaan uang baru dari masyarakat sedang tinggi.
Sebelumnya, Kasat Reskrim Polres Mojokerto Kota, AKP Rizki Santoso menuturkan, kasus ini pada tahap penyidikan. Menurutnya, penyidikan mengerucut pada dugaan tindak pidana pasal 106 UU RI nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan. Karena JRS (29) dan 4 temannya diduga menjual uang asli bernilai fantastis itu tanpa mengantongi izin perdagangan.
Selain itu, kata Rizki, penyidikan saat ini juga fokus pada dugaan tindak pidana pasal 49 ayat (1) dan (2) UU RI nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Pihaknya mencurigai transaksi penukaran uang tunai baru sekitar Rp 5 miliar dari salah satu bank di Bandung, Jabar tidak dimasukkan ke dalam pembukuan.
“Di sini ada dugaan dari pihak bank tidak memasukkan pembukuan tersebut. Harusnya yang berwenang menyebarkan uang rupiah adalah PJPUR (penyedia jasa pengelolaan uang rupiah) resmi dan atau bank yang ditunjuk, bukan orang biasa yang dibolehkan menukar dalam jumlah besar,” jelasnya.
Simak Video “Krisis Uang Tunai, Warga Afghanistan Serbu Pasar Penukaran Uang“
[Gambas:Video 20detik]
(fat/fat)