Pemerintah menargetkan Indonesia mencapai nol emisi karbon atau net zero emission pada 2060. Pengusaha pun menyarankan strategi terkait pembiayaan proyek-proyek Energi Baru Terbarukan (EBT), baik dari APBN maupun pembiayaan swasta melalui lembaga pembiayaan.
Ketua Komite Tetap Energi Baru dan Terbarukan dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Muhammad Yusrizki menyampaikan pada dasarnya peta jalan proyek EBT di Indonesia sudah dikeluarkan oleh PLN dan Kementerian ESDM melalui RUPTL 2021-2030 di mana pembangkit EBT menjadi menu utama RUPTL tersebut.
“Terkait minat dan partisipasi sektor swasta saya meyakini tidak perlu diragukan. Porsi EBT dalam RUPTL tidak akan kekurangan peminat dari sektor swasta,” kata Yusrizki dalam keterangannya, Jumat (18/03/2022).
“Kunci berikutnya adalah bagaimana sektor jasa pembiayaan memainkan peran serta aktif untuk mendukung eksekusi proyek-proyek EBT yang landasannya sudah disusun via RUPTL. Pada konteks ini KADIN mengharapkan perhatian dari Otoritas Jasa Keuangan untuk duduk bersama-sama dengan sektor swasta,” lanjut Yusrizki.
Yusrizki mengatakan seharusnya OJK idealnya melanjutkan Green Taxonomy yang sudah disusun kepada sebuah metode risk-based adjustment. Hal itu untuk mulai membentuk ekosistem green financing di industri pembiayaan Indonesia.
“Salah satu langkah yang KADIN meminta pertimbangan OJK adalah dengan Menyusun Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) khusus untuk pembangkit-pembangkit EBT yang memiliki kontrak dengan PLN. Bagi perbankan ATMR ini akan turut menentukan tingkat suku bunga yang harus dibayar oleh pengembang. Jika dilihat dari tingkat suku bunga, saat ini tidak terlihat perbedaan antara pembiayaan untuk kredit properti dengan kredit untuk pembiayaan EBT,” ungkapnya
Yusrizki menambahkan jika diperlukan, perbankan dapat mempertimbangkan untuk membuat sebuah klasifikasi kredit khusus EBT. Sektor properti memiliki klasifikasi KPR dan KPA untuk konsumen dan Kredit Yasa Griya (KYG) untuk pembiayaan khusus pengembang.
Dengan memiliki klasifikasi seperti ini, perbankan dapat melakukan analisa risiko yang lebih terfokus terkait properti-properti yang akan diberikan pembiayaan.
Berlanjut ke halaman berikutnya.