Isu ‘jebakan’ utang dari China jadi perbincangan hangat belakangan ini. Hal itu mencuat ketika beredar kabar Uganda terancam kehilangan bandara internasionalnya buntut dari utang tersebut, meski kabar itu dibantah pemerintah negara di Afrika itu.
Di Indonesia, utang dari China juga sempat heboh. Hebohnya utang China usai munculnya laporan AidData terkait ‘hidden debt’ atau utang tersembunyi dari China.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan hidden debt versi AidData tidak dimaksudkan sebagai utang yang tidak dilaporkan atau disembunyikan, melainkan utang non pemerintah yang jika wanprestasi berisiko menyerempet pemerintah.
“Jadi di titik ini kita sepakat, ini bukan isu transparansi,” katanya dalam keterangan yang diterima detikcom, Senin (6/12/2021).
Utang tersebut dihasilkan dari skema business to business (B to B) yang dilakukan dengan BUMN, bank milik negara, Special Purpose Vehicle (SPV), perusahaan patungan dan swasta. Dia mengatakan, utang BUMN tidak tercatat sebagai utang pemerintah dan bukan bagian dari utang yang dikelola pemerintah.
Demikian juga utang oleh perusahaan patungan dan swasta tidak masuk dalam wewenang pemerintah. Sehingga, jika pihak-pihak tersebut menerima pinjaman maka pinjaman ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab mereka.
“Penarikan Utang Luar Negeri (ULN) yang dilakukan oleh pemerintah, BUMN, dan swasta tercatat dalam Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI). SULNI disusun dan dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia bersama Kementerian Keuangan. Clear dan transparan,” ujarnya.