Jakarta –
‘Aku mau hidup seribu tahun lagi’ demikian kutipan baris terakhir dari puisi sang legenda Chairil Anwar yang berjudul ‘Aku’. Kalimat dari karya legendaris itu semakin relevan dengan kehidupan manusia saat ini. Bumi, dengan usianya yang tak lagi muda, telah menunjukkan perubahan-perubahan yang mengancam keberadaan manusia yang meninggalinya.
Memang, Pujangga Angkatan 45 itu membuat puisi tersebut dengan makna perjuangan Indonesia yang sedang terjajah. Tapi kalimat dengan diksi yang sangat kuat itu bisa jadi pembakar semangat bagi entitas seluruh dunia yang ingin mewariskan bumi ke generasi berikutnya.
Entah disengaja atau tanpa sadar, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) mengeluarkan pernyataan yang mirip dengan kalimat tersebut. Bank BUMN dengan aset terbesar di Indonesia itu menyatakan perusahaan ingin tetap eksis hingga ribuan tahun lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Melalui implementasi ESG, BRI ingin memastikan kinerja berkelanjutan, serta memastikan BRI tetap eksis untuk ratusan hingga ribuan tahun ke depan,” kata Direktur Kepatuhan BRI Ahmad Solichin Lutfiyanto kepada detikcom.
Sudah cukup lama BRI menerapkan pedoman Environmental Social Governance (ESG). Bagi perusahaan yang menerapkan pedoman ini tentu harus berkomitmen bahwa tidak hanya mengejar keuntungan finansial semata, tapi juga memperhitungkan dampak jangka panjang. Di dalamnya termasuk lingkungan dan sosial.
Jejak BRI dalam ESG sudah terlihat setidaknya sejak 2013. Saat itu BRI telah menerbitkan Sustainability Report yang saat ini telah disusun berdasarkan standard nasional maupun global seperti POJK 51/2017, GRI, SASB, dan TCFD. Kemudian di 2017 BRI menerbitkan kebijakan mitigasi risiko kredit di sektor Kelapa Sawit.
Komitmennya pun semakin kuat dengan menerbitkan Sustainability Bond dengan nilai US$ 500 juta di 2019. Saat itu BRI juga menyatakan Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan periode 2019-2024.
Di 2020, BRI juga mulai mengidentifikasi risiko lingkungan melalui penghitungan emisi Gas Rumah Kaca scope 1, 2, dan beberapa kategori scope 3. Setahun kemudian BRI membentuk Holding Ultra Mikro, serta memperkuat tata kelola ESG BRI melalui pembentukan unit kerja khusus ESG. Komite ESG itu diketuai oleh Direktur Utama BRI.
Tahun lalu, BRI juga menyusun Strategi Keberlanjutan BRI (ESG Roadmap), menerbitkan Green Bond, penghitungan Financed Emission, penerbitan kebijakan mitigasi risiko kredit sektor Pulp & Paper, serta implementasi Program BRI Menanam. Terakhir di tahun ini BRI bergabung dengan UNGC (United Nation Global Compact) dan menerbitkan TCFD Report (Task Force on Climate-related Disclosure).
Solichin menjelaskan dalam ESG Roadmap yang dibuat BRI pada 2022 fokus utamanya terdapat pada 3 pilar sustainability yakni environmental, social dan governance. Untuk environmental, melalui Onboarding Climate Change Strategy, dengan memastikan bisnis dan operasional BRI tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.
Lalu untuk social, melalui Empowering the People, terutama untuk meningkatkan financial inclusion, meningkatkan produktivitas pekerja, dan pemberdayaan masyarakat. “Terakhir Governance, melalui Maintaining Good Corporate Governance, dengan memastikan praktek tata kelola perusahaan sesuai dengan ketentuan,” tambahnya.
Tak sampai di situ, lanjut Solichin, BRI juga menyalurkan kredit kepada kegiatan usaha berkelanjutan. Kredit itu mengacu kepada kebijakan yang dikeluarkan OJK sebagai regulator, yakni Peraturan OJK No. 51 tahun 2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, Dan Perusahaan Publik.
Berdasarkan POJK tersebut, terdapat 12 kegiatan atau sektor usaha berkelanjutan, terdiri dari Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KUBL) dan UMKM. Hingga kuartal III tahun 2023, BRI telah menyalurkan kredit ke sektor KKUB sebesar Rp 750,9 triliun, atau sekitar 66,1% dari total penyaluran kredit BRI. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 11,9% yoy.
“Dari nominal tersebut, sebesar Rp 669,1 triliun disalurkan ke sektor UMKM, dan Rp 81,8 triliun disalurkan ke sektor KUBL,” ungkapnya.
Seberapa Krusial Inisiatif ESG?
Ketua Asosiasi ESG Indonesia Rhenald Kasali menjelaskan kondisi saat ini membuat inisiatif ESG semakin penting bahkan dia bilang sangat krusial. Sebab saat ini investor tengah menghadapi era ketidakpastian baik karena pergantian politik, perubahan iklim, dampak El Nino dan La Nina, perubahan geopolitik, tarik menarik ekonomi US-Tiongkok, serta munculnya generasi baru. Belum lagi tuntutan zero emission dan transisi energy.
“ESG menjadi penting sebagai pengendali aspek resiko dan ketidakpastian, karena perkembangan & pertumbuhan Indonesia menjadi sangat dinamis. Long-term performance dan pemenuhan regulatory compliance bisa menumbuhkan trust dari investor dan stakeholders. Preferensi Investor yang sangat dinamis juga menjadi titik penting diterapkannya ESG dan pola Disclosure. Selain mendorong industri keuangan Indonesia untuk menjadi lebih inovatif dan efisien,” terangnya saat berbincang dengan detikcom.
Untungnya menurut Rhenald kesadaran akan pentingnya ESG ini semakin meningkat, baik di level regulator seperti pemerintah hingga masyarakat bahkan di kalangan anak muda. Kementerian Keuangan juga telah mengeluarkan ESG framework sebagai tambahan panduan bagi perusahaan yang mau memenuhi standar yang telah ditentukan.
Sementara bagi perusahaan menurut Rhenald, penerapan pedoman ESG harus fokus pada integrasi ke dalam strategi bisnis inti, transparansi dalam pelaporan, investasi pada teknologi ramah lingkungan hingga mengintegrasikan prinsip ESG ke dalam operasional sehari-hari. Bahkan menurutnya hal itu harus bisa menjadi budaya dari para karyawannya.
Dalam menerapkan ESG, perusahaan juga harus bisa melakukan dokumentasi untuk menjadi bahan reporting yang nyata dan terukur sehingga tidak terjadi green washing dalam upaya ESG-nya.
Menurutnya apa yang dilakukan BRI sebenarnya sudah cukup lengkap, hal itu tercermin dalam Annual Sustainability & TCFD Report yang telah disajikan. Namun, Rhenald mengingatkan bahwa ruang peningkatan kinerja ESG masih dapat dieksplorasi lebih lanjut pada aspek sosial di dalam area financial inclusion, local community involvement dan customer data protection.
“BRI dapat mengeksplorasi pada perangkat Social Bond selain BRI Green Bond yang sudah di inisiasi sebelumnya. Tantangan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana ESG Mindset dan ESG Leadership dapat menjadi corporate values yang kuat tercermin dalam setiap sudut perilaku operasi perusahaan,” tuturnya.
Kendala Inisiatif ESG di Industri Perbankan
Ekonom Sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai penerapan pedoman ESG dalam industri perbankan sejatinya memberikan keuntungan bagi bisnis perusahaan. Pertama tentu dari segi reputasi perusahaan akan lebih baik di depan nasabah maupun investor.
“Karena tuntutan untuk menurunkan emisi karbon saat ini semakin tinggi. Selain itu transparansi pengelolaan keuangan juga menjadi tuntutan global yang tidak bisa dicegah. Jadi semakin bagus core ESG-nya, semakin bagus,” tuturnya kepada detikcom.
Kedua, lanjut Bhima, perusahaan yang memiliki ESG di mata investor dianggap bisa memitigasi risiko jangka panjang. Dengan begitu bunga obligasi yang diterbitkan bisa lebih rendah karena risikonya bisa dimitigasi.
Lalu daya saing perusahaan dengan bank-bank lain bisa lebih tinggi. Ujungnya jumlah deposan dan investor yang mempercayakan uangnya di perbankan akan meningkat.
“Terakhir manfaatnya meningkatkan loyalitas karyawan. Karena kita tahu karyawan gen z dan milenial tidak hanya mengejar gaji yang besar, tapi juga visi ataupun nilai-nilai yang ada di perusahaan. Sehingga bisa meningkatkan loyalitas karyawan,” terang Bhima.
Namun penerapan ESG di industri perbankan tidak semulus yang diharapkan. Saat ini masih banyak hambatan secara tidak langsung di berbagai sektor. Misalnya di sektor energi, masih terkendala regulasi jual beli listrik dari PLTS off-grid.
“Kemudian regulasi taksonomi hijau milik OJK yang lagi direvisi itu juga belum selesai revisinya. Ada lagi rancangan EBT itu yang lama sekali dibahas di parlemen, padahal itu bisa jadi payung hukum bagi perbankan untuk membiayai proyek berkelanjutan,” tambahnya.
(kil/das)