bankterkini.com
  • Berita Terkini
  • Cari
Minggu, November 2, 2025
No Result
View All Result
  • Berita Terkini
  • Cari
No Result
View All Result
bankterkini.com
No Result
View All Result

Kuasa Sekretaris MA Atur Perkara, Dulu Nurhadi Kini Hasbi Hasan

admin by admin
13 Juli 2023
in info Bank
0
Kuasa Sekretaris MA Atur Perkara, Dulu Nurhadi Kini Hasbi Hasan
Jakarta –

Lagi-lagi Sekretaris Mahkamah Agung (MA) berurusan dengan KPK. Dulu Nurhadi, kini Hasbi Hasan.

Dirangkum detikcom, Kamis (13/7/2023), Nurhadi dan Hasbi sama-sama menjadi tersangka KPK. Karena berkaitan dengan ‘kuasanya’ sebagai Sekretaris MA dalam pengurusan perkara. Bedanya, Nurhadi telah lebih dulu diadili dalam kasus suapnya, sementara kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) masih ditelusuri KPK.

Nurhadi ketika ditetapkan sebagai tersangka juga jabatannya masih sebagai Sekretaris MA. Posisinya digantikan oleh Hasbi Hasan yang juga kini ditetapkan sebagai tersangka KPK.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kasus Nurhadi

Nurhadi didakwa menerima suap dan gratifikasi Rp 83 miliar terkait pengurusan perkara di pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali. Nurhadi didakwa menerima suap dan gratifikasi dalam kurun waktu 2012-2016 bersama menantunya Rezky Herbiyono.

“Bahwa terdakwa I Nurhadi selaku pegawai negara atau penyelenggara negara yaitu selaku Sekretaris Mahkamah Agung RI Tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 bersama-sama dengan terdakwa II Rezky Herbiyono telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji yaitu menerima uang sejumlah Rp 45.726.955.000,” ujar jaksa KPK, Wawan Yunarwanto, saat membacakan dakwaan.

Jaksa mengatakan suap itu diberikan oleh Hiendra Soenjoto selaku Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) agar keduanya membantu Hendra dalam mengurus perkara. Uang suap diberikan secara bertahap sejak 22 Mei 2015 hingga 5 Februari 2016.

“Para terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa uang tersebut diberikan untuk menggerakkan para terdakwa agar mengupayakan pengurusan perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berkat Nusantara (PT KBN) terkait gugatan perjanjian sewa menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 m2 dan seluas 26.800 m2 yang terletak di wilayah KBN Marunda Kavling C3-4,3 Kelurahan Marunda Jakarta Utara dan gugatan antara Hiendra Soenjoto melawan Azhar Umar, yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu sebagai penyelenggara negara,” ucap jaksa.

Jaksa mengatakan ada dua perkara Hiendra yang ditangani oleh Nurhadi dan menantunya yakni pengurusan sewa depo container dan gugatan antara Hiendra melawan seseorang bernama Azhar Umar.

Kasus ini berawal pada 2014 saat itu Hiendra selaku Direktur PT MIT memiliki masalah hukum dengan PT KBN di PN Jakarta Utara hingga tingkat kasasi di MA serta melawan gugatan Azhar Umar. Dari sinilah, Nurhadi dan Rezky membantu Hiendra.

Awalnya Hiendra menunjuk seorang pengacara bernama Rahmat Santoso yang merupakan adik ipar Nurhadi untuk mengajukan PK ke MA terkait penangguhan eksekusi putusan PN Jakarta Utara terkait gugatan Hiendra terhadap PT KBN. Namun, tak lama Hiendra mencabut kuasa Rahmat dan malah meminta bantuan Rezky padahal diketahui Rezky bukan seorang pengacara.

Eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi kembali diperiksa penyidik KPK. Nurhadi menjadi tersangka terkait suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA.Eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Foto: Ari Saputra

Sejak saat ini Nurhadi dan Rezky membantu Hiendra mengupayakan penundaan eksekusi putusan PN Jakut itu, dan berhasil PN Jakut akhirnya menangguhkan sementara isi putusan MA sampai adanya putusan PK.

“Terdakwa I dan terdakwa II mengupayakan penundaan eksekusi dimaksud sehingga pada 26 November 2014 Ketua PN Jakut mengeluarkan penetapan yang pada pokoknya menangguhkan sementara isi putusan MA tanggal 25 Agustus 2013 sampai dengan adanya putusan PK dan perkara diputus oleh PN Jakut,” ucap jaksa.

Sebagai tanda jadi karena sudah dibantu, Rezky melalui Calvin Pratama membuat perjanjian dengan Hiendra, isinya Hiendra diharuskan memberi fee pengurusan administrasi terkait dengan penggunaan lahan depo container sesar Rp 15 miliar kepada Rezky melalui Calvin. Namun, hal itu urung dilakukan karena Hiendra tidak memiliki dana sebesar itu.

Hal itu tidak meruntuhkan niat Rezky mendapat uang dari Hiendra, kemudian Rezky memperkenalkan Hiendra ke Iwan Cendekia Liman dengan iming-iming kalau Iwan ini bisa membantu Hiendra memenangkan perkara ini. Akhirnya Hiendra menyetujui dan mempergunakan Iwan untuk membantu perkaranya, dari sinilah Rezky mendapat uang Rp 400 juta sebagai uang muka.

Singkat cerita, pada Juni 2015 Rezky kembali meminta uang ke Hiendra kali ini melalui Iwan sebesar Rp 10 miliar dengan alasan untuk mengurus perkara PT MIT. Rezky juga mengatakan saat ini perkara PT MIT vs PT KBN sudah ditangani oleh Nurhadi.

“Pada saat itu terdakwa II menyampaikan ke Iwan Cendekia Liman bahwa perkara tersebut sedang di-handle oleh terdakwa I. Selain itu, terdakwa II menyampaikan bahwa uang tersebut akan dikembalikan kepada Iwan dari dana yang didapatkan terdakwa II yang bersumber dari pembayaran ganti rugi PT KBN Kepada PT MIT sejumlah Rp 81.778.334.554 (Rp 81,7 miliar),” ungkap jaksa.

Walaupun Rezky mengatakan perkara sudah diurusi Nurhadi, tapi PN Jakarta Utara dalam putusannya menolak gugatan PT MIT sehingga PT MIT banding ke PT DKI Jakarta, begitu upaya hukum PK juga ditolak. Namun, Nurhadi dan Rezky kembali meyakinkan Hiendra kalau mereka berdua bisa menangani perkara itu.

“Selanjutnya pada tanggal 19 Juni 2015 Iwan Cendekia Liman mentransfer uang sejumlah Rp 10 miliar yang dipinjam terdakwa II untuk melakukan pengurusan perkara PT MIT melalui rekening Bank OCBC NISP Surabaya. Setelah menerima uang itu, terdakwa II menyerahkan 3 lembar cek senilai Rp 30 miliar atas nama terdakwa II kepada Iwan Cendekia sebagai jaminan,” katanya.

“Pada Juni 2015 bertempat di rumah terdakwa di Jalan Hang Lekir V, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, terdakwa II menyampaikan ke Iwan bahwa perkara PT MIT sudah ditangani oleh terdakwa I dan dipastikan aman,” sambung jaksa.

Terkait pengurusan perkara Hiendra melawan Azhar Umar di PN Jakarta Pusat, di sini juga ada campur tangan Nurhadi. Hingga akhirnya PN Jakpus menolak gugatan Azhar dan memenangkan Hiendra. Namun di tingkat kasasi, Hiendra kembali mendesak Nurhadi dan Rezky kembali memenangkannya lagi.

“Bahwa atas upaya yang dilakukan terdakwa I dan terdakwa II PN Jakarta Pusat menolak gugatan yang diajukan Azhar Umar sehingga dilakukan upaya hukum banding, namun Pengadilan Tinggi juga menolak dan menguatkan putusan PN Jakpus, sehingga Azhar kembali melakukan upaya hukum kasasi ke MA, dikarenakan perkara berlanjut Hiendra meminta terdakwa I dan terdakwa II agar memenangkan Hiendra,” kata jaksa.

Selain menerima suap senilai Rp 45 miliar lebih, jaksa juga mengatakan Nurhadi dan Rezky menerima gratifikasi senilai Rp 37,2 miliar. Jika ditotal penerimaan suap dan gratifikasi, keduanya menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 83.013.955.000 (Rp 83 miliar).

“Menerima gratifikasi yaitu menerima uang yang seluruhnya berjumlah Rp 37.287.000.000 (Rp 37,2 miliar) dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan baik ditingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali, yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” tegas jaksa.

Jaksa mengungkapkan gratifikasi yang diterima Nurhadi ini diterima selama 3 tahun sejak 2014 hingga 2017. Uang gratifikasi ini diberikan oleh 5 orang dari perkara berbeda.

“Bahwa dalam melaksanakan tugasnya dan wewenangnya terdakwa I memerintahkan terdakwa II untuk menerima uang dari pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan baik ditingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali tersebut secara bertahap sejak tahun 2014 sampai dengan tahun 2017 diantaranya dari Handoko Sutjitro, Renny Susetyo Wardani, Donny Gunawan, Freddy Setiawan, dan Riadi Waluyo yang diterima dengan menggunakan rekening atas nama Rezky Herbiyono, Calvin Pratama, Soepriyo Waskito Adi, Yoga Dwi Hartiar, dan Rahmat Santoso yang seluruhnya berjumlah 37.287.000.000 (Rp 37,2 miliar),” tutur dia.

Nurhadi dan Rezky didakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan 12B atau Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 dan 65 ayat 1 KUHP.

Terkait dakwaan tersebut, Nurhadi pun sudah dijatuhi hukuman oleh majelis Pengadilan Tipikor Jakarta. Nurhadi divonis 6 tahun penjara dan denda Ro 500 juta subsider 3 bulan kurungan, vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa KPK yakni 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Nurhadi terbukti menerima suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara sebesar Rp 49 miliar. Nurhadi dalam perkara ini divonis bersama menantunya, Rezky Herbiyono.

Hakim mengatakan Nurhadi dan Rezky terbukti menerima suap Rp 35.726.955.000 dari Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto berkaitan dengan penanganan perkara melawan PT KBN. Selain itu, Nurhadi dan Rezky terbukti menerima gratifikasi Rp 13.787.000.000.

Jika ditotal suap Rp 35.726.955.000 dan gratifikasi Rp 13.787.000.000, jumlahnya Rp 49.513.955.000.

Sementara itu, kasus TPPU Nurhadi masih dalam penyidikan KPK. Nurhadi sudah berstatus tersangka dalam kasus dugaan TPPU ini.

Namun, KPK belum merinci jelas terkait dugaan TPPU ini.

Selanjutnya

Previous Post

Top! BUMN RI Keroyokan Bangun Rel Kereta Api di Filipina Rp 9 T

Next Post

Kasus Suap Rp 3 M Jerat Sekretaris MA hingga Shelter 1.500 Kucing Dibakar OTK

Next Post
Kasus Suap Rp 3 M Jerat Sekretaris MA hingga Shelter 1.500 Kucing Dibakar OTK

Kasus Suap Rp 3 M Jerat Sekretaris MA hingga Shelter 1.500 Kucing Dibakar OTK

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5 Lowongan Kerja Surabaya untuk Lulusan SMK hingga Sarjana

5 Lowongan Kerja Surabaya untuk Lulusan SMK hingga Sarjana

10 Agustus 2023

Suasana Aktivitas Perbankan di BRI Tanah Lemo

13 November 2023
Seperti Halimah, Orang-orang Jujur Ini Balikin Cek hingga Uang Ratusan Juta

Seperti Halimah, Orang-orang Jujur Ini Balikin Cek hingga Uang Ratusan Juta

7 November 2021
Ini Rahasia Mandiri Jadi ‘Pabrik’ Pencetak Bos-bos BUMN hingga Menteri

Ini Rahasia Mandiri Jadi ‘Pabrik’ Pencetak Bos-bos BUMN hingga Menteri

25 November 2023
Mau Berburu Rumah Usai Pandemi Bisa di Sini

Mau Berburu Rumah Usai Pandemi Bisa di Sini

15 Mei 2022
5 Cara Cek Saldo BRI BRIZZI, Bisa Lewat ATM Hingga HP

5 Cara Cek Saldo BRI BRIZZI, Bisa Lewat ATM Hingga HP

8 Agustus 2023
Catatan buat BSI yang Tengah Dilanda Kabar Data Bocor

Catatan buat BSI yang Tengah Dilanda Kabar Data Bocor

16 Mei 2023

Kuasa Hukum Sebut Tak Ada Aturan yang Dilanggar soal Penukaran Uang Rp 3,7 M

26 April 2022

RI Mau Nego China (Lagi) Biar Bunga Pinjaman Kereta Cepat Jadi 3%

12 April 2023

Perluas Akses Pembiayaan, BRI Dukung Kebijakan Hapus Kredit Macet UMKM

12 Agustus 2023

Melihat Lagi Keseruan Pesta Rakyat Simpedes 2023 di Purwokerto

20 September 2023

Soal Anak Bos WanaArtha yang Diburu FBI, Direksi: Kami Tidak Terinfo

7 Desember 2022

Bongkar Resep ‘Pabrik’ Pencetak Bos-bos BUMN hingga Menteri

20 November 2023

Jaksa Geledah Kemendag Terkait Kasus Korupsi Impor Baja, Sita Uang Rp 63 Juta

22 Maret 2022

Resiliensi Dinilai Tinggi, BRI Dinobatkan Jadi BUMN Terbaik

16 Desember 2021

IMI-Hyundai Kefico Teken MoU Pengembangan Ekosistem Motor Listrik

27 Oktober 2021
© Copyright Bankterkini Team All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Entertainment
    • Gaming
    • Movie
    • Music
    • Sports
  • Lifestyle
    • Fashion
    • Food
    • Travel
    • Health
  • News
    • Bussiness
    • Politics
    • Science
    • World
  • Tech
    • Apps
    • Gadget
    • Mobile