Bulukumba –
Nama Kabupaten Bulukumba tersohor sebagai produsen perahu atau kapal pinisi. Ternyata kegiatan membuat kapal ini memiliki sejarah panjang, dan sudah berlangsung sejak abad ke-15.
Hingga kini, para pengrajin tetap mempertahankan tradisi dalam pembuatan perahu pinisi. Bahkan proses pembuatan kapal di Sulawesi Selatan (Sulsel), khususnya daerah Bulukumba telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda.
detikcom sempat berbincang dengan Rusdi Mulyadi (52) atau yang lebih dikenal dengan sebutan H.Ully pada program Jelajah Desa BRILiaN beberapa waktu lalu. Dia adalah salah satu warga Tanah Beru, Kecamatan Bonto Bahari, Bulukumba yang telah puluhan tahun ‘bergelut’ dalam pembuatan kapal pinisi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan ceritanya, konon kapal pinisi dibuat pertama kali oleh Sawerigading, seorang putera mahkota Kerajaan Luwu. Adapun tujuan Sawerigading membuat kapal tersebut untuk berlayar menuju Negeri Tiongkok, hendak meminang putri asal China bernama We Cudai.
“Awal pembuatan kapal pinisi itu sejak salah satu legenda sejak terdamparnya Sawerigading ke negeri China memperistrikan We Cudai,” katanya.
Setelah berhasil memperisteri Putri We Cudai, Sawerigading pulang ke kampung halamannya kembali dengan kapal Pinisi. Namun ketika akan memasuki perairan Luwu, kapalnya diterjang gelombang besar dan Pinisi terbelah tiga yang terdampar di desa Ara, Tanah Beru.
“Setelah kapal kembali dari China kandas dan terdampar di Pantai Ara. Layarnya terdampar di Desa Bira, lambung kapalnya terdampar di sini. Dari situ kita satukan jadi kesatuan dan kita rangkai dan buat jadi kapal (kembali),” terangnya.
![]() |
Masyarakat desa setempat kemudian merakit pecahan kapal menjadi perahu yang kemudian dinamakan Pinisi.
Namun tidak ada sumber pasti yang menjelaskan asal muasal nama pinisi. Namun terdapat 2 teori yang menyebar di masyarakat. Teori pertama menyebutkan nama pinisi terinspirasi dari nama kota pelabuhan di Italia, yaitu Venecia. Kata venecia itu kemudian diubah menjadi penisi menurut dialek Konjo yang selanjutnya mengalami proses fonemik menjadi pinisi.
Lalu teori lainnya berpendapat nama pinisi berasal dari kata ‘Mappanisi’ yang berarti (menyisip) atau menyumbat semua persambungan papan, dinding, dan lantai perahu dengan bahan tertentu agar tidak kemasukan air. Dugaan tersebut berdasar pada pendapat yang menyatakan orang Bugis yang pertama menggunakan perahu pinisi. Lopi dipanisi’ (Bugis) artinya perahu yang disisip. Diduga dari kata pinisi mengalami proses fonemik menjadi pinisi.
Saat ini, kata H.Ully, dirinya bersama para pengrajin lainnya berupaya untuk melanjutkan kegiatan membuat kapal pinisi agar tetap lestari. Selain itu, pembuatan kapal ini juga menjadi sumber mata pencaharian utama warga desa setempat.
“Alhamdulillah generasi muda banyak terpanggil untuk melestarikan budaya. Faktor ekonomi sadar demi kelangsungan hidup menghidupi keluarga. (Di samping itu bisa) membuka lapangan kerja,” tuturnya.
Dia menjelaskan kelompok pengrajin kapal pinisi di Kecamatan Bontobahari terpusat di 3 wilayah, yaitu Tanah Beru, Desa Ara, dan Bira.
“Kalau jumlah pengrajin kita di sini khususnya Bontobahari Tanah Beru 25 orang ada pengrajin. Lain lagi di Desa Ara kampung saya, lain lagi yang ada di Bira,” katanya.
![]() |
Keunggulan Kapal Pinisi, Tangguh Arungi Lautan
Lebih lanjut H. Ully mengungkapkan rangka kapal pinisi dibuat dari kayu, yang dinilai lebih kuat dan kokoh dibandingkan besi. Adapun material kayu yang banyak dipakai untuk membuat perahu pinisi yaitu kayu besi, lalu bisa juga kayu bitti (gofasa).
“Kapal kayu mengarungi lautan fleksibel punya lambung. Orang bilang lentur, kayu lebih tangguh,” katanya.
“Jujur saja kapal yg dihantam badai, itu (dibuatnya dari) besi. Belum ada sejarahnya (kapal kayu pinisi karam karena dihantam badai), (kalau) kapal besi ada,” imbuh H.Ully.
![]() |
Tak heran jika kapal pinisi banyak diminati, tak hanya oleh pembeli dari dalam negeri tapi juga luar negeri. Bahkan ada juga kapal buatannya yang berhasil berlayar hingga ke Spanyol.
“Dulu (juga mengerjakan kapal pinisi) orang Spanyol. Setelah selesai berlayar ke Spanyol, tidak melihat lagi kecuali ada program F1 kelihatan itu kapalnya. (Ada moment) kamera menyorot, ada kapal itu,” paparnya.
Sekadar informasi, pembuatan kapal pinisi merupakan salah satu klaster atau kelompok usaha binaan BRI. Selama menjalani usaha pembuatan kapal pinisi ini, H.Ully mengaku berterima kasih karena kehadiran BRI kerap membantu perkembangan pengrajin kapal pinisi yang ada di Bulukumba.
“Alhamdulillah BRI percayakan kami mengembangkan usaha,” tuturnya.
Diketahui, detikcom bersama BRI tengah mengadakan program Jelajah Desa BRILiaN yang mengulas potensi dan inovasi desa di Indonesia baik dari segi perkembangan ekonomi, infrastruktur, hingga wisata serta dampaknya terhadap masyarakat lokal maupun nasional. Untuk mengetahui informasi program Desa BRILiaN lebih lanjut, ikuti terus informasinya hanya di jelajahdesabrilian.detik.com!
(ega/ega)