Jakarta –
Anggota Komisi VI DPR RI yang membidangi urusan BUMN, Andre Rosiade, menyoroti harga meterai elektronik (E-Meterai) yang tidak seragam di tataran distributor hingga ke pengecer. Ia pun meminta Menteri BUMN Erick Thohir mengevaluasi dan mengatur harga E-Meterai tersebut.
Berdasarkan Pasal 5 Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai, dijelaskan tarif bea meterai sebesar Rp 10.000 sesuai kopur yang tertera dalam meterai elektronik. Akan tetapi harga tersebut merupakan harga dari distributor dan pemungut bea meterai.
Sedangkan harga dari pengecer tidak diatur, bisa lebih mahal atau kurang dari Rp 10.000. Harga tersebut tergantung pihak Perum Peruri yang menjalin hubungan business to business dengan pihak pemungut bea meterai.
“Saya mengingatkan kepada Pak Menteri agar ini direvisi dan di evaluasi kebijakan ini supaya dari Sabang sampai Merauke, mau BUMN, mau swasta, maupun masyarakat, ketika mau membeli E-stamp (E-Meterai) itu tetap harganya Rp 10 ribu,” ungkap Andre dalam keterangan tertulis, Sabtu (4/12/2021).
Andre menjelaskan, perlu ada penyatuan harga E-Meterai yang dijual Perum Peruri kepada pihak pengecer atau pihak pemungut bea meterai dalam metode business to business. Sebab, jika tidak segera diatur akan berdampak buruk dalam temuan yang akan diaudit oleh BPK maupun BPKP kedepannya.
“Saya kembali mengingatkan Pak Menteri, kalau memang aturannya harus mewajibkan menjual Rp 10 ribu, lalu tiba-tiba Bank Mandiri beli Rp 13 ribu, lalu BNI beli Rp 15 ribu, lalu BRI beli beda lagi harganya, lalu Askrindo dan Jamkrindo beli beda lagi harganya, lalu nanti temuannya tidak sesuai dengan hasil audit BPKP dan BPK itu bagaimana?. Jadi sebelum kejadian, ini perlu jadi catatan sebelum kejadian di Januari nanti ada temuan dari BPK maupun BPKP,” ungkap Andre.
Seperti diketahui, saat ini pemerintah Indonesia resmi meluncurkan E-Meterai Rp 10.000 yang tertulis dalam Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai. Dengan demikian, kebijakan tersebut menambah jumlah meterai yang berlaku di Indonesia yakni tempel untuk dokumen kertas dan digital untuk dokumen elektronik.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dalam hal ini bekerja sama dengan perusahaan BUMN Perum Percetakan Uang RI (Peruri) sebagai pihak pembuat E-Meterai elektronik. Pada proses distribusinya, diharapkan dapat bekerja sama dengan pihak lain melalui proses yang transparan dan akuntabel.
Saat ini penggunaan E-Meterai masih terbatas di lingkungan bank Himbara (Mandiri, BRI, BNI, BTN) dan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. Uji coba penggunaannya di bank-bank BUMN ini karena lembaga tersebut mulai menggunakan dokumen digital untuk transaksi-transaksi yang memiliki nilai ekonomi. Ke depannya penggunaan meterai elektronik ini akan disiapkan bagi masyarakat luas agar dapat membelinya untuk nilai transaksi tertentu.
Pemerintah juga telah menerbitkan aturan pembayaran bea meterai menggunakan meterai elektronik. Serta aturan terkait pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2021 tentang pengadaan, pengelolaan, dan penjualan meterai.
(prf/ega)