Semangat untuk terus belajar dan memanfaatkan setiap peluang membuat Co-Founder and owner of UMKM Restu Mande Nenden Rospiyani sukses membawa masakan khas rumah makan Padang ke panggung internasional. Melalui rumah makan Padang Restu Mande, Nenden telah berhasil membawa masakan Padang seperti rendang masuk ke berbagai pasar di luar negeri.
Meskipun begitu, upayanya untuk masuk ke pasar global tidaklah mudah. Ia bersama sang suami (almarhum) terus mencoba berbagai cara agar produk yang dihasilkan oleh Restu Mande mampu tembus dan diterima oleh masyarakat dalam dan luar negeri.
Saat dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu (5/12/2021), Nenden menceritakan pengalamannya dalam membangun dan menggerakkan roda bisnis Restu Mande.
Menurut wanita kelahiran 1973 ini, perjalanan bisnisnya dimulai dari Kota Bandung. Ia bersama sang suami yang kebetulan keturunan asli Padang memutuskan untuk membuka usaha rumah makan Padang pada 2004 lalu di Jl. Cisokan, Kota Bandung, Jawa Barat.
Awal-awal memulai bisnis, Restu Mande hanya sebatas menjual berbagai lauk pauk khas Padang secara konvensional. Baru pada tahun 2011 muncul keinginan untuk mulai berinovasi agar dapat lebih mengembangkan bisnisnya.
Upayanya untuk berinovasi tidak terlepas dari keinginan para konsumen yang ingin membawa rendang khas Restu Mande ke luar negeri. Berangkat dari situ, Nenden mencoba untuk membuat agar rendang buatannya mampu bertahan lama ketika dibawa perjalanan jauh.
“Banyak orang (pelanggan) yang ingin bawa bekal rendang ke ibadah haji dan umrah juga dibawa bepergian ke luar negeri,” kata Nenden.
Langkahnya untuk membuat rendang kemasan pun membuahkan hasil. Ia bersama tim sukses membuat rendang yang mampu bertahan kurang lebih 459 hari.
Meskipun begitu, pada tahun 2011, inovasinya tidak langsung diterima oleh masyarakat luas. Menurut Nenden, saat itu, rendang kemasan masih sangat jarang dan asing di telinga masyarakat.
Nenden mengakui salah satu masalah untuk ketika menjalankan inovasi tersebut yakni sulitnya menentukan pasar yang tepat dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat bahwa produk yang dijual aman. Walaupun begitu, ia bersama tim terus mencoba untuk melakukan berbagai hal agar pasar mau menerima inovasinya yakni rendang kemasan.
“Dukanya itu, jualan benarnya di mana, sulit menemukan pangsa pasar yang tepat. Contoh waktu itu saya jual di toko oleh-oleh tidak laku. Saya coba masuk ke ritel juga banyak yang nolak. Mereka lebih suka makanan yang segar bukan kemasan. 5 tahun pertama (saat inovasi rendang kemasan) itu memang sulit bergerak (bisnisnya),” katanya.