Sebanyak 13 tersangka kasus pembobolan Bank Jateng mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Para tersangka merasa banyak kejanggalan terkait kasus yang menjerat mereka.
Gugatan praperadilan terhadap Polda Jateng itu diajukan melalui Lembaga Bantuan Hukum Rumah Pejuang Keadilan Indonesia (LBH Rupadi).
Ketua tim penasihat hukum para tersangka atau pemohon, Joko Susanto, mengatakan dalam penyidikan terhadap kliennya, termohon (Polda Jateng) tidak melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Info kami terima begitu, tanpa OJK, PPATK dan Bank Indonesia,” kata Joko saat dimintai konfirmasi detikcom, Sabtu (18/9/2021).
Joko juga menjelaskan, para pemohon ini mayoritas hanya petani dan wiraswasta yang tak paham hal-hal informasi teknologi (IT) yang membuat mereka jadi tersangka kasus pembobolan Bank Jateng.
“Sebenarnya para pemohon adalah masyarakat biasa kehidupan sehari-hari hanya bekerja sebagai seorang petani, pekebun dan wiraswasta yang tidak tahu-menahu tentang dunia IT perbankan,” jelasnya.
Ia juga menyebut contoh kejanggalan pada proses penyidikan, salah satunya pertanyaan di poin 14 berbunyi, “apakah saudari pernah mengambil dana atau uang dari para leluhur atau uang gaib yang saudari terima di Bank Jateng Nomor Rekening: 20xxxxxxx, sebanyak berapa kali dan berapa jumlahnya serta dipergunakan untuk apa saja, jelaskan”.
Kemudian pada poin 15 yang berbunyi, “Berapa kali saudari bertemu dengan guru spiritual atau JW Punden yang bernama Suparno, dan di mana bertemu serta apa yang disampaikan ke saudari saat bertemu Suparno, jelaskan”.
“Berdasarkan pertanyaan tersebut tentu menimbulkan ketidakrasionalan karena termohon malah mengaitkan pertanyaan hal gaib yang jelas-jelas tidak ada kaitannya dengan perkara a quo dan atau dugaan tindak pidana transfer dana dan pencucian uang, maka sudah jelas termohon sejak awal secara sadar sudah melakukan kesewenang-wenangan dan tidak percaya ada tindak pidana atas perkara yang sedang ditangani sehingga tindakan termohon terhadap perkara a quo bertentangan dengan asas kepastian hukum,” jelasnya.
Dengan gugatan praperadilan yang sidangnya sudah mulai berjalan pada Jumat (17/9) kemarin tersebut, pemohon menilai penetapan tersangka dan penahanan oleh Polda Jateng tidak sah.
“Tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penahanan dalam perkara a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka para pemohon haruslah dibebaskan dari penahanan sejak putusan praperadilan Pengadilan Negeri Semarang dibacakan,” ujarnya.
Selanjutnya, Polda Jateng angkat bicara…