Kejari Kabupaten Mojokerto menagih perkembangan penyidikan perkara uang baru Rp 3,73 miliar yang disita polisi pada 7 April 2022 lalu. Jaksa memberi waktu 30 hari kepada penyidik untuk menuntaskan berkas perkara itu. Jika tidak, polisi harus melakukan penyidikan ulang.
Kasipidum Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto Ivan Yoko mengatakan pihaknya menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) perkara uang baru Rp 3,73 miliar dari Satreskrim Polres Mojokerto Kota pada 14 April 2022. Dalam SPDP tertanggal 13 April 2022 itu, JRS (31) dan kawan-kawan masih berstatus terlapor.
Setelah satu bulan berlalu, kata Ivan, penyidik tak kunjung mengirimkan berkas perkara uang baru bernilai fantastis itu. Bahkan, sampai hari ini pihaknya juga belum menerima surat penetapan tersangka dari penyidik Satreskrim Polres Mojokerto Kota.
“Kami sudah berkoordinasi dengan penyidik untuk menanyakan apakah statusnya (JRS dan kawan-kawan) masih terlapor atau sudah tersangka. Sampai sekarang kami belum menerima penetapan tersangka dari penyidik. Kami sudah menunggu,” kata Ivan kepada wartawan di kantornya, Jalan RA Basuni, Sooko, Selasa (24/5/2022).
Sebulan lebih tanpa kabar sejak SPDP diterima, kata Ivan, pihaknya menagih perkembangan hasil penyidikan dengan melayangkan surat P17 kepada Satreskrim Polres Mojokerto Kota, Senin (23/5). Sebab, kasus uang baru Rp 3,73 miliar itu sudah sampai ke tahap penyidikan.
Sesuai isi SPDP, polisi menjerat JRS dan kawan-kawan dengan pasal 106 UU RI nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan yang diubah menjadi pasal 46 UU RI nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau pasal 36 UU RI nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.
“Karena sudah sebulan lebih penyidik belum mengirim berkas perkara, maka kami sesuai SOP melayangkan surat P17 tertanggal 23 Mei 2022 perihal permintaan perkembangan hasil penyidikan,” terangnya.
Ivan menjelaskan, pihaknya memberi waktu 30 hari kalender kepada penyidik Satreskrim Polres Mojokerto untuk mengirimkan surat penetapan tersangka dan berkas perkara uang baru Rp 3,73 miliar. Jika tidak mampu memenuhi permintaan itu, maka polisi harus membatalkan penyidikan yang sedang berjalan dan memulai dari awal.
“Kalau dalam tempo itu tidak ada perkembangan, maka SPDP kami kembalikan. Sehingga penyidik harus mengirim lagi SPDP baru kepada kami. Tentunya penyidik harus melakukan penyidikan ulang atau mulai dari awal, pemeriksaan tersangka dan saksi-saksi yang sudah dilakukan batal demi hukum,” ujarnya
Menurut Ivan, polisi sah-saja menghentikan penyidikan uang baru bernilai fantastis ini dengan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Misalnya dengan alasan tersangka meninggal dunia, tidak cukup bukti, atau kasus itu bukan suatu tindak pidana.
“Kalau penyidikan dihentikan, penyidik harus mengirimkan ke kami SP3 dan alasan yuridisnya. Kemudian jaksa yang kami tunjuk membuat nota pendapat atas SP3 itu,” jelasnya.
Namun, sampai saat ini Ivan belum bisa memberikan penilaian dari sudut pandang hukum terhadap kasus uang Rp 3,73 miliar yang disita polisi. “Saya belum bisa berpendapat karena saya belum tahu kasus posisinya dan berkas perkaranya. Kami hanya menerima SPDP yang uraiannya sangat singkat,” tandasnya.
Uang baru tersebut semula bernilai Rp 5 miliar dari kantor cabang bank BUMN di Bandung, Jabar. Dengan rincian Rp 400 juta berupa pecahan Rp 20.000, Rp 1,2 miliar pecahan Rp 10.000, Rp 2,5 miliar pecahan Rp 5000, Rp 800 juta pecahan Rp 2000, serta Rp 100 juta berupa pecahan Rp 1000.
Bank BUMN itu meminta perusahaan jasa pengiriman uang rekanannya, PT TDP untuk mengirim uang baru itu kepada JRS dan kawan-kawan di Batang, Jateng pada 6 April 2022. Sampai di Batang, uang baru Rp 5 miliar itu diserahkan kepada JRS dan kawan-kawan.
Bersama 4 temannya, pria asal Desa Kalitengah, Tanggulangin, Sidoarjo itu lantas membawa uang tersebut ke Jatim menggunakan mobil Daihatsu Grand Max warna putih nopol D 8348 EY. Mereka menjual Rp 1,27 miliar di Nganjuk dan Jombang.
Sedangkan Rp 3,73 miliar dibawa mampir ke Mojokerto. Karena kelompok pengepul besar uang baru ini menemui seorang pembeli berinisial MS, warga Mojokerto di Jalan Raya Desa Pagerluyung, Kecamatan Gedeg, Mojokerto. Tepatnya sekitar 500 meter di sebelah timur Exit Tol Mobar pada Kamis (7/4) sekitar pukul 01.00 WIB.
Saat itu, MS akan membeli uang baru dari JRS senilai Rp 400 juta. Ia mengendarai mobil Mitsubishi Pajero Sport warna hitam nopol S 1210 XE. Saat itu juga mereka diamankan patroli Satuan Sabhara Polres Mojokerto Kota.
Kasus ini kemudian diserahkan ke Satreskrim Polres Mojokerto Kota. Sampai saat ini, polisi masih menyita uang baru Rp 3,73 miliar sebagai barang bukti. Mobil Daihatsu Grand Max milik JRS dan Mitsubishi Pajero Sport milik MS juga disita. Sedangkan 6 orang yang sempat diamankan sudah dipulangkan karena statusnya masih saksi.
Uang baru yang masih bersegel Bank Indonesia (BI) ini akan dijual JRS ke para pengepul di bawahnya yang tersebar di beberapa daerah di Jatim. Selanjutnya, para pengepul menjual ke jasa penukaran uang baru yang marak di pinggir jalan menjelang lebaran. JRS dan kawan-kawan mengaku hanya mendapat keuntungan 1,3 persen.
Kelompok pengepul besar uang baru itu sudah beraksi sejak 2018. JRS dan kawan-kawannya beraksi setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri saat permintaan uang baru dari masyarakat sedang tinggi. Mereka bekerja sama dengan pegawai bank BUMN di Bandung berinisial RF (29), warga Jatinagor, Sumedang untuk mendapat uang baru.
Simak Video “BI Bali Sediakan Rp 1,5 Miliar untuk Layanan Tukar Uang di Gilimanuk“
[Gambas:Video 20detik]
(dpe/iwd)