Tak terasa sudah 6 tahun proyek kereta cepat Jakarta-Bandung berjalan. Presiden Joko Widodo awal 2016 lalu meresmikan proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung di Perkebunan Mandalawangi Maswati, Cikalong Wetan, Bandung Barat, Jawa Barat.
Proyek ini digarap oleh PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) yang merupakan konsorsium BUMN Indonesia dan China Railways dengan skema business to business.
Memang, pembangunan ini juga tidak berjalan mulus awal groundbreaking, proyek terkendala pembebasan lahan yang tak selesai. Hal ini membuat pendanaan dari China tak bisa terealisasi. Itu adalah masalah yang membuat biaya bengkak.
Awalnya pembangunan ditargetkan bisa selesai pada 2019. Namun karena berbagai masalah dan kendala pembangunan masih terus dilakukan hingga hari ini.
Awal pembangunan biaya diestimasi US$ 5,5 miliar. Lalu membengkak jadi US$ 5,8 miliar dan naik lagi menjadi US$ 6,07 miliar. Kemudian proyek ini diperkirakan ada pembengkakan biaya lagi mencapai US$ 1,176-1,9 miliar, menjadi maksimal US$ 7,97 miliar.
Jepang Ditikung China
Sebenarnya saat itu China bukanlah satu-satunya negara yang minat dengan pembangunan proyek ini. Memang proyek ini digagas pada masa Presiden SBY hingga beralih ke Presiden Jokowi.
Pemerintah waktu itu melakukan studi kelayakan dengan proyek Kereta Cepat dengan Japan Internasional Corporation Agency (JICA). Dalam studi itu, mereka membahas terkait kereta semi cepat Jakarta-Surabaya dengan jarak 748 km. Kereta itu diproyeksi bisa menempuh waktu 5,5 jam.
Setelah uji kelayakan pemerintah membuka lelang untuk negara yang tertarik. Nah masuklah China yang akan menandingi Jepang. Utusan Jepang Izumi Hiroto membawa proposal revisi kedua ke Jakarta pada 26 Agustus 2015. Tidak lama setelahnya, China mengirimkan proposalnya pada 11 Agustus 2015 lalu.
Jepang menawarkan pinjaman proyek dengan masa waktu 40 tahun berbunga hanya 0,1% per tahun dengan masa tenggang 10 tahun, padahal sebelumnya bunga yang ditawarkan Jepang sampai 0,5% per tahun.
Sementara itu, proposal penawaran China menawarkan pinjaman dengan bunga lebih tinggi namun jangka waktu lebih panjang. China menawarkan proposal terbaiknya dan menawarkan pinjaman sebesar US$ 5,5 miliar dengan jangka waktu 50 tahun dan tingkat bunga 2% per tahun.
Indonesia kemudian menunjuk Boston Consulting Group untuk mengevaluasi penawaran dari kedua negara tersebut dan segera mengumumkan pemenangnya usai deadline besok.
Akhirnya pemerintah memilih China untuk menggarap proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Salah satu alasannya lantaran pihak Jepang tidak mau jika tidak ada jaminan dari pemerintah, sementara China siap menggarap dengan skema business to business tanpa ada jaminan dari pemerintah.